Tiba-tiba saja ketakutan itu muncul pada saat saya masih bekerja sebagai karyawan swasta sebuah perusahaan.
Sebuah sinyal-sinyal dan tanda-tanda memberitahukan diri saya pada saat saya sedang asyik bekerja.
Tanda-tanda itu berkata, "Zona Nyaman... Zona Nyaman...."
Saya sangat terkejut ketika mendengar suara itu. Suara itu menegur saya untuk segera bangkit. Saya tidak tahu apa yang akan dan sedang terjadi. Saya melihat pabrik tempat saya bekerja sedang beroperasi dengan maksimalnya.
Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan adanya bahaya yang mengancam perusahaan saya, maupun posisi saya.
Saya sudah merasa nyaman dengan keadaan saya, posisi saya, penghasilan saya dan teman-teman saya. Saya tidak perlu berpikir tentang masa depan dan untuk apa lagi saya melirik atau bahkan terjun ke bidang lainnya. Saya mulai malas mempelajari hal-hal baru di sekeliling saya dan tanpa saya sadar saya sudah berada di posisi stagnan.
Bagi saya tidak ada kata-kata stagnan yang ada hanyalah kata-kata maju dan mundur. Bila saya sedang stagnan artinya saya sedang mundur, sebab dunia ini terus maju dengan inovasi-inovasi gilanya.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengabaikan suara yang berbisik di hati saya itu. Saya larut dalam kesibukan saya.
Hingga suatu hari suara itu memberikan saya tanda kembali, "Zona nyaman... Zona nyaman..."
Akhirnya saya memutuskan mengikuti kata hati saya. Saya mulai mempelajari bidang usaha yang bertolak belakang dengan apa yang saya tekuni saat itu sebagai karyawan swasta.
Usaha itu akhirnya berkembang dan saya mempelajari banyak hal di bidang baru itu. Tentunya usaha baru itu tidak melenceng jauh dari hobi dan kegemaran saya. Oleh karena itu, saya tetap menyentuh usaha itu sekalipun lelah sehabis saya pulang bekerja.
Dan akhirnya saya pun menikmati hasil dari usaha itu.
Entah dari mana mulainya, tiba-tiba sajat selang 2 bulan perusahaan tempat saya bekerja mem-PHK 400 buruhnya secara langsung. Banyak demo terjadi, area pengapalan dijadikan tempat untuk berunjuk rasa, semua orang berteriak dan kami tidak bisa bekerja di dalam kantor.
Tak lama setelah itu, 1000 buruh di rumahkan dengan alasan tidak ada bahan baku. Sedangkan di kanan kiri (pabrik lain) bahan baku sepertinya berceceran dan selalu siap sedia.
Akhirnya, satu per satu karyawan mulai di rumahkan juga hingga perusahaan tempatku bekerja mulai sepi, sepi dan sepi. Seluruh aktivitas pabrik padam, gudang-gudang terlihat seperti lapangan sepak bola yang mati tanpa penonton, sunyi dan hening seperti kuburan.
Aku tidak pernah lagi mendengar suara deru mesin dan alat-alat berat lagi.
Sore itu angin bertiup dengan ringannya menerbangkan rambutku. Aku mulai berpikir cepat atau lambat mereka pun pasti akan mengeluarkanku juga.
Tetapi au juga bersyukur atas kebaikkan Tuhan yang tidak pernah meninggalkanku sendiri.
Dia sudah memberitahukan aku sebelumnya tentang hal ini, sehingga aku bisa bersiap sedia sebelum saat itu tiba.
Pada akhir tahun kontrakku dengan perusahaan itu berakhir sudah. Mereka tidak memperpanjangnya lagi seperti dugaanku.
Aku menjalankan usaha yang kutekuni saat ini dan melirik lahan-lahan baru lainnya.
Hari ini biarkan suara yang memperingatkan saya juga memperingatkan anda.
Apakah anda berani menantang zona nyaman anda dan keluar dari sana???
"Bejana Harus Diperbesar Supaya Menampung Lebih Banyak"
Good Morning
Setuju. Zona nyaman memang berbahaya.
BalasHapus