Kamis, 25 Agustus 2011

Menjaganya Selagi Aku Memilikinya

Roda berputar tanpa bisa kembali lagi
Waktu terus berjalan tanpa bisa menoleh ke belakang lagi
Orang-orang datang dan pergi dengan meninggalkan kenangan pahit dan manis dalam hidup kita
Hidup hanya sekali saja
Dan aku akan mempertaruhkan apa pun demi orang yang kucintai

Itulah Dave bagiku. Dia adalah pria tampan yang hadir dalam kehidupanku. Aku berjumpa pertama kali dengannya saat berada di dalam sebuah bis. Aku melangkahkan kaki naik ke atas bis antar kota dan aku melihat sebuah jaket angkatan laut tersampir di sandaran kursi depan tepat di sebelah jendela tanpa pemilik.

Aku terbiasa duduk di kursi depan di bis, apalagi saat itu hanya kursi depan yang tersedia. Aku duduk di sebelah jaket itu berada. Beberapa saat kemudian, masuklah seorang pria tampan berbadan tegap dan berperawakan tinggi, rambutnya pirang keemasan mengombak di terpa angin sepoi-sepoi pagi itu.

Aku belum sepenuhnya menyadarinya, hingga akhirnya dia berada tepat di sampingku dan berkata, "Permisi, apakah saya bisa lewat?" katanya sambil berusaha melewati kakiku.

"Oh, silahkan." kataku sopan sambil memberinya jalan.

Bis akhirnya berangkat meninggalkan stasiun setelah aku menunggu kira-kira 10 menit. Sepanjang perjalanan kami sempat berkenalan dan dia memperkenalkan diri. Setelah itu kami terdiam sejenak.

"Anda mau kemana, Patti?" tanyanya.

"Oh, aku hendak pulang ke rumahku. Aku ingin berakhir pekan bersama ibuku." kataku singkat kemudian aku terdiam kembali.

Aku adalah tipe wanita yang tidak banyak bicara dengan pria asing, namun ia tidak berhenti bertanya dan berusaha ingin mengenalku. Sepanjang perjalanan dia bercerita tentang kepulangannya ke rumah orang tuanya dan segudang kegiatan serta berbagai latihan militernya. Kami melewati ladang-ladang gandum yang sudah menguning sepanjang perjalanan itu, namun ia tidak pernah kehabisan cerita.

Ia , supel, ramah, pandai berhumor, saat itu aku mulai mengetahui bahwa ia adalah pria yang baik hati. Aku merasa dialah satu-satunya pria yang dapat membuatku merasa nyaman di sisinya. Aku tidak menemukan adanya kepalsuan di dalam dirinya, dia terlihat jujur dan murni dan ia tampil apa adanya.

Ia bercerita bagaimana bibinya memakaikannya sweater rajut bergambar Rudolfh (rusa berhidung merah) saat pesta di rumahnya sehingga membuatnya tampak kekanak-kanakan dan ditertawakan semua teman-temannya. Dan betapa bahagianya ia setelah seorang gadis menyebalkan menumpahkan coklat panasnya ke arah sweater barunya itu.

Yeah, aku memahami itu. Kau pasti bahagia karena tidak perlu memakai sweater memalukan itu lagi.

Akhirnya aku tiba di kotaku dan kami berpisah di stasiun karena Dave harus mengambil bis berikutnya dan menuju kota kelahirannya. Dia meminta nomor telefon selularku. Awalnya aku tidak yakin dan ragu, karena kami baru saja berkenalan dan itu bukan hal yang wajar.

"Aku akan meneleponmu, Patti!" Katanya keras-keras sambil melambaikan tangannya.

"Oh, tidak! Siapa pria memalukan itu yang berteriak-teriak memanggil namaku keras-keras." pikirku malu.

Semua orang melihat ke arah kami, aku bisa merasakan pipiku terasa panas dan memerah. Aku tidak menjawabnya dan membalikkan badanku mengambil shuttle bus ke rumahku.

Aku sedang bersantai di rumah membaca buku favoritku, sementara ibu sedang memanggang kue kesukaanku di oven. Semerbak bau coklat memenuhi ruangan dan membuatku semakin ingin bergelung di dalam selimutku.

"Kenakan jaketmu, Patti! Sebentar lagi musim dingin tiba." kata ibu dari dapur sambil menyiapkan makan siang.

"Oke, Mom..." jawabku santai.

Hingga lamunanku dibuyarkan oleh sebuah telefon yang berdering dari selularku. Sebuah nomor asing yang tidak kukenal menghiasi layar ponselku.

"Halooo???" kataku sambil berusaha mengenali penelepon di seberang sana.

"Hai, Patti?" jawab suara pria itu.

"Masi ingat? Sweater rusa dan coklat panas?" lanjutnya.

"Oh, kau? Mengapa meneleponku?" kataku tidak percaya.

"Tidak apa-apa, bukan? Aku tidak sedang melakukan kriminal. Aku hanya ingin menyapamu dan mendengar suaramu saja." katanya ringan.

Itu adalah awal hubungan kami. Dia mulai mengunjungi rumahku dan keluargaku. Ia berjumpa dengan ibuku dan berjabat tangan dengan ayahku. Ibuku mulai mengajaknya makan siang di rumah kami bersama, namun aku menolaknya karena malu.

"Oh, ibu... Untuk apa kau mengundangnya? Jangan membuatku malu, bu." kataku tidak percaya dengan apa yang ibu pikirkan.

"Ayolah, Patti. Dia pria yang baik dan sopan, mengapa kau memperlakukannya dengan tidak sopan." kata ibu sambil menyiapkan salad.

"Dia hanya berpura-pura, bu. Dia ingin mengambil hati kalian berdua." kataku pada ibu sambil melirik ke arah ayah yang sedang membaca koran.

"Oh, Patti sudahlah. Terima dia, dia pria yang baik." kata ibu sambil menuangkan minyak zaitun ke atas saladnya sambil mengaduk-aduknya dengan sendok kayu di kedua tangannya.

"Ting-tong..." suara bel pintu depan berbunyi.

"Ooooh, ini dia datang???" kataku malas.

Aku berusaha menyangkali perasaanku, tidak pernah terlintas di benakku bahwa aku akan berhubungan dengan seorang militer.

"Oh, Patti jaga kelakuanmu." kata ibu, kemudian membuka pintu depan.

"Halo, Dave cepatlah masuklah. Di luar dingin sekali." kata ibu sambil segera menutup pintu.

"Terima kasih Mrs. William, anda baik sekali." jawabnya.

"Mulailah ia dengan basa-basinya." kataku dalam hati dan tidak menghiraukannya.

Akhirnya kami sudah duduk dan makan siang bersama. "Kalkun buatan anda memang nomer 1, Mrs. William." katanya tersenyum.

Ibu membalasnya dengan tersenyum malu-malu sementara aku memutar bola mataku tidak percaya dengan perilaku ibu yang seperti gadis remaja berusia 15 tahun.

"Sudahlah, Dave. Kau pintar memuji. Panggil aku bibi saja. Kau sudah mengenal kami." kata ibu.

"Apakah kau menyukai putri kami?" tanya ibu tersenyum sambil melirik aku.

"Apa??? Ibu!!!" kataku dalam hati sambil melotot ke arah ibu.

"Aku tidak percaya ibu mengatakannya." 

Ibu benar-benar berada di pihaknya dan memberikan dia begitu banyak kesempatan. Hubungan kami terus berjalan karena Dave adalah pria yang tidak mudah menyerah. Dia sering memberikan hadiah-hadiah pada ibu setiap kali berkunjung seolah-olah menyogok ibu supaya bisa mendekatiku.

Berat untuk mengakui bahwa akhirnya aku jatuh cinta dengan seorang pria militer yang berjuang membela negara. Kami menikah dipertengahan abad pada tahun 1938, kami begitu bahagia dan menikmati kebersamaan kami. 

Tiga bulan  berikutnya Dave mendapatkan panggilan dari markas besar untuk ikut dalam pertempuran. Dave pergi meninggalkanku sementara aku hanya bisa menangis menatap kepergiannya. Aku memandangi kereta itu hingga menghilang dari pandanganku. Hatiku sangat hancur dan mengapa negara harus mengambil suamiku untuk ikut dalam pertempuran.

Awal-awal kepergiannya ia mengirimiku surat. Ia sedang berada di camp perbatasan lengkap dengan peralatan perangnya yang dibawanya tidur serta dan terus berjaga sepanjang malam. Bulan demi bulan berlalu, kabarnya semakin jarang kudengar.

Aku mulai berlutut dan berdoa setiap malam supaya Tuhan menjaga dan menolongnya di medan pertempuran. Hampir setahun berlalu, aku mulai tidak sabar dan menantikan kepulangannya. Tidak satu pun kabar atau surat yang kuterima. Dan aku tahu kondisinya pasti sedang tidak mungkin untuk mengirimkan surat padaku.

Aku bertanya di kantor pos apakah ada surat untukku. Aku pergi bertanya ke perwakilan militer negara bagian dan menempuh perjalanan jauh, bila ada kabar dari kesatuan suamiku. Namun mereka tidak mendapatkan kabar apapun.

Aku begitu mengkhawatirkan keselamatannya. Aku berdoa supaya Tuhan membawa suamiku pulang ke pelukanku dalam keadaan selamat dan kami bisa bersatu selamanya.

Perang dunia II meletus pada tanggal 1 September 1939, dan aku bersyukur sebab Amerika Serikat menyatakan mereka tidak ingin terlibat dan sebagian besar warga Amerika merasa Amerika Serikat sebaiknya tetap netral.

Namun, ujian ini belum selesai. Hingga pada tanggal 7 Desember 1941 Jepang mengebom Pearl Harbor dan menewaskan 2.403 jiwa. Sehingga mengakibatkan Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Blok Poros (Jerman, Jepang, dan Italia). Amerika Serikat terlibat dalam dua front, yaitu Front Pasifik melawan Jepang, dan Front Eropa dan Afrika melawan Jerman dan Italia.

Hal ini semakin menguatkan hatiku dan membulatkan tekadku untuk mencari Dave di camp perbatasan. Aku tidak dapat menahannya, aku harus mencari Dave. Akhirnya aku mengajukan diri sebagai relawan di camp pertempuran sebagai perawat dan merawat setiap korban perang.

Aku mengemasi barang-barang pentingku dan membawa barang-barang yang dapat mengingatkanku pada Dave, termasuk baju-bajunya dan mantelnya.

Aku tiba di camp perawatan lengkap dengan baju putih berlengan panjang dan topi perawat, hatiku berdebar-debar dan sangat terenyuh. Aku melihat begitu banyak tentara yang terluka. Darah membanjiri baju mereka, beberapa mengalami luka tembak, ledakkan ranjau dan luka-luka akibat letusan bom di sekitar mereka. Nyawa sama sekali seolah-olah tidak lagi berharga. Aku mendengar letusan di mana-mana. Kengerian dan kegemparan meliputi seluruh wilayah pertahanan pada saat itu.

Namun rumah sakit ini hanya untuk para tentara yang terluka parah sedangkan tentara di medan pertempuran mendapatkan perawatan di camp perawatan di zona perang. Mereka meletakkanku di markas besar karena wanita tidak diijinkan ikut sebagai relawan di zona perang.

Rintihan dan teriakan kudengar di sepanjang selasar. Kami berada di sebuah rumah sakit yang berada di perbatasan. Rumah sakit itu telah di evakuasi dan hanya digunakan untuk menampung setiap tentara yang terluka.

Sebuah bangsal besar dan panjang dengan langit-langit yang tinggi dan jendela yang terletak di atas langit-langit membuat rintihan demi rintihan serasa bergema di sepanjang selasar itu. Aku segera memeriksa tentara-tentara yang terluka sekaligus mencari kalau-kalau Dave juga ada di sana.

Namun aku tidak menemukannya. Aku hanya memiliki 2 buah pilihan, Dave masih selamat atau Dave tewas di pertempuran. Aku sama sekali tidak mau membayangkan sesuatu yang buruk menimpa Dave. Dan aku tahu Dave pasti masih bertahan di luar sana. Ia adalah pria yang tegar dan aku tahu ia pasti selamat karena aku selalu memohonkan supaya Tuhan menjaganya.

Aku membantu dokter melakukan operasi darurat pada para tentara korban ranjau dan bom. Aku membantu pengiriman obat-obatan di tengah medan peperangan. Berbulan-bulan aku berada di sana, namun tidak ada kemajuan mengenai berita Dave.

Suatu hari ketika aku melihat Heidi yang sedang menyusun obat-obatan di dalam kotak. Tiba-tiba aku mendapatkan ide. Heidi adalah kepala medis yang ditunjuk pada saat itu.

“Heidi, ijinkan aku ikut mengawal obat-obatan ini ke medan pertempuran.” Kataku sambil memegang tangannya.

“Kau sudah gila, Patti. Kau bisa terbunuh di sana.” Katanya tidak percaya.

“Heidi, aku harus mencari suamiku. Aku harus memastikan bahwa dia selamat dan dalam keadaan baik-baik saja.” Jelasku

“Oh, Patti... Aku mengerti perasaanmu... Tapi di sana sedang kacau-balau... Tidak mudah mencari suamimu dalam situasi seperti itu.” Jawabnya sambil menenangkanku.

“Tidak, Heidi. Percayalah padaku, aku akan kembali dengan selamat dengan membawa kotak obat ini. Aku harus menemukannya.” Kataku serius.

Ia akhirnya mengabulkan keinginanku untuk turun ke camp pertempuran. Aku berangkat bersama dengan 5 buah mobil tentara greyhound penuh dengan muatan obat-obatan dan botol-botol kaca berisi obat bius dan cairan pembersih luka, semuanya untuk pertolongan pertama. Obat-obatan ini untuk persediaan hingga 7 sampai 8 bulan. Seorang tentara yang mengemudikan mobil itu. Aku bertanya kalau-kalau dia mengenal Dave, namun ia tidak mengenalnya.

Aku menempuh perjalanan jauh semalam-malaman dan melewati daerah yang belum pernah kulalui sebelumnya. Lambat laun suara-suara ledakkan terdengar semakin keras dan dekat. Dan aku tahu bahwa aku semakin dekat dengan tempat suamiku berada.

Aku berdoa sepanjang perjalanan itu, supaya Tuhan mempertemukan kami berdua. Karena aku mau berada di mana suamiku berada. Aku tidak bisa membiarkannya di luar sana berjuang sementara aku tidak memberikannya pertolongan. Aku tidak akan menyerah sampai aku menemukan suamiku.

Pagi-pagi buta tidak tahu jam berapa, akhirnya aku tiba di camp pertempuran. Aku segera melompat turun dan menurunkan obat-obatanku. Beberapa tentara yang melihatku sangat keheranan melihat seorang wanita berada di camp pertempuran dan mengawal obat-obatan.

Aku membawa masuk sekotak penuh obat-obatan ke dalam camp. Aku mendorong pintu tenda itu dengan punggungku dan berputar masuk melalui pintu camp. Saat aku masuk seluruh tentara memandangiku dengan tatapan keheranan. Aku mengetahui apa yang ada di balik tatapan mereka.

Aku segera mengeluarkan peralatan pertolongan pertama dan segera membalut para tentara yang terluka. Beberapa dari mereka kemudian berdiri dan segera membantuku menolong teman mereka sementara mereka sendiri sedang terluka.

Aku tidak mau mereka bersimpati hanya karena aku seorang wanita. Aku membantu para dokter disana menjahit luka-luka terbuka akibat ranjau atau tembakan.

Berhari-hari aku berada di dalam camp pertempuran itu dan setiap hari aku melihat tentara yang tidak ada habis-habisnya keluar masuk ke dalam camp itu. Aku memeriksa setiap tentara kalau-kalau Dave ada di antara mereka. Tetapi aku tidak menemukannya. Aku bertanya apakah mereka mengenal Dave, Dave Thompson. Namun mereka hanya menggelengkan kepala.

“Nona, bila engkau ke sini hanya untuk mencari suamimu lebih baik kau kembali pulang saja. Ini bukan tempatmu” kata sersan Morris yang menegurku saat itu.

“Keadaan di sini begitu kacau, beberapa pasukan tercerai-berai. Jadi aku harap engkau mengerti.” Lanjutnya.

“Maafkan aku, sersan. Aku masih mau berada di sini, aku akan membantu sekuat tenaga.” Jawabku, aku harus bertahan demi Dave.

Setiap malam aku mendengar letusan bom yang bersusul-susulan dan gencatan senjata. Aku terjaga terus berhari-hari tanpa bisa tidur. Aku hanya sanggup tidur sesaat dan kemudian terjaga lagi begitu ada tentara yang masuk ke dalam camp. Bahkan aku masi bisa mendengarkan suara dentuman tank dan bom dalam tidurku.

Aku masih terus percaya bahwa Dave masih selamat di luar sana. Berminggu-minggu kulalui, aku bertanya pada setiap tentara yang terluka kalau-kalau mereka menemukan Dave. Namun mereka tidak menemukannya. Aku terus menguatkan hati setiap tentara-tentara yang terluka dan aku menawarkan diri untuk berdoa bagi mereka dan keluarga mereka.

Aku berjalan melintasi ranjang-ranjang yang berjajar sepanjang camp sambil memegangi nampan kecil berisi peralatan medis darurat pada salah satu tanganku dan melewati beberapa tentara yang sedang berbaring di ranjangnya.

Seorang tentara yang sedang duduk di atas ranjang tiba-tiba memegang pergelangan tanganku. Tangan kirinya di balut perban dan digantungkan pada lehernya, sementara kepalanya yang terluka dan dibalut perban.

Ia berkata, “Nyonya, suamimu pasti selamat dan kau pasti akan menemukan suamimu. Aku percaya! Aku salut akan kegigihanmu” katanya menguatkan hatiku.

“Aku mengklaim setiap perkataannya bahwa ini adalah peneguhan dari Tuhan atas setiap doa-doaku.” Kataku dalam hati.

“Terima kasih, Tuan. Tuhan memberkati anda.” Sahutku sambil tersenyum ke arahnya.

Bulan demi bulan aku lalui dalam camp itu dan aku berpikir bahwa aku tidak bisa selamanya menunggu kabar yang tidak pasti ini. Semua korban tidak mengetahui di mana keberadaan Dave saat ini.

Aku memutuskan menghadap sersan Morris dan mengajukan diri untuk ikut membantu para korban di medan pertempuran. Aku tidak bisa berdiam diri di sini dan menunggu.

“Tidak, Mrs. Thompson. Anda sudah gila. Tempat itu bukan bagi para wanita.” Katanya menolah tegas.

“Tidak, tuan. Saya sudah memikirkan hal ini matang-matang sebelumnya.” Kataku.

“Kalau anda turun ke medan pertempuran hanya untuk mencari suami anda. Tetap saya katakan tidak.” Tambahnya.

Keputusannya sudah bulat untuk menolakku. Aku keluar dari tendanya dengan perasaan kecewa. Apa lagi yang harus kuperbuat.

“Oh, Dave... Maafkan aku.” Tangisku

Aku berjalan dan tertunduk lesu kembali ke campku sambil memikirkan cara untuk bisa turun ke medan pertempuran. Saat itulah aku sedang melihat Robert – pria kekar dengan baju militer tengah mengangkut beberapa kotak penuh berisi obat-obatan ke dalam mobilnya.

“Oh, Robert... Syukurlah aku bertemu dengan engkau di sini.” Kataku sambil berlari menghampirinya.

“Oh, Mrs. Thompson. Ada yang bisa kubantu?” tanyanya sambil meletakkan kotak besar berisi botol-botol kaca yang terakhir ke dalam mobilnya.

“Robert, ijinkan aku ikut denganmu. Biarkan aku membantumu di garis perang, aku tahu banyak yang bisa kukerjakan disana.” Kataku memohon.

“Oh, Mrs. Thompson. Aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana bila sersan Morris mengetahuinya? Ia akan menghukumku.”

“Tidak Robert, tidak. Aku yang akan menjelaskan semuanya. Aku mohon Robert, aku harus menemukan suamiku.” Kataku memohon.

Aku berusaha sekuat tenaga menahan supaya air mataku tidak mengalir.

“Aku mohon Robert. Tolonglah aku kali ini saja. Aku harus bertemu suamiku.”

Robert hanya terdiam sambil memandangku penuh iba.

“Baiklah, Mrs. Thompson. Ambil barangmu dan segera naiklah. Aku tidak bisa menunggumu lama-lama.” Katanya.

Hatiku melonjak kegirangan dan segera berlari mengambil tasku. Dalam waktu semenit aku sudah berada di dalam mobilnya tepat di sebelah Robert.

“Ini gila, Mrs. Thompson... Ini sudah gila..” Katanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan melihat ke arahku.

“Saya membawa anda dalam mobilku ke garis perang. Ini sudah di luar akal sehat, Mrs. Thompson.” Katanya menyesal sambil terus mengemudikan mobilnya dalam kecepatan penuh.

“Obat-obatan ini harus segera sampai disana. Kalau tidak saya pasti sudah mengembalikan anda.”

“Kau tidak perlu menyesal, Robert. Tuhan memberkati kebaikan hatimu.” Kataku tersenyum.

“Apakah kau sudah menikah, Robert?” tanyaku sambil memandanginya.

“Belum, Mrs. Thompson. Aku baru berusia 25 tahun.” Jawabnya.

“Aku mengenalnya saat aku berusia 25 tahun dan ia berusia 30 tahun, Robert.”  Kataku sambil menundukkan kepala.

“Maksud anda, suami anda?” tanyanya.

“Iya, Robert. Aku sangat mencintainya, namun perang telah mengambilnya dari pelukanku setelah 3 bulan kami menikah.”
Air mata terjatuh begitu saja dari pipiku. Aku baru tersadar selama ini aku sudah menahan air mataku begitu lama. Hampir 4 tahun sudah aku tidak pernah mendengar kabar suamiku. Surat sudah berhenti datang dan semua orang tidak mengetahui keadaan suami dan anak mereka selain melalui radio.

“Mrs. Thompson, maafkan aku. Anda begitu tegar, anda menginginkan suami anda melebihi hidup anda sendiri.” Katanya simpati.

“Tidak apa-apa, Robert. Aku berdoa setiap malam supaya Tuhan memberinya pertolongan.” Kataku tersenyum.

“Tuhan pasti menolong anda, nyonya.” Katanya.

Beberapa jam kemudian aku tiba di sebuah camp kecil. Aku disambut oleh serdadu yang sudah menunggu kedatangan mobil obat-obatan.

“Kita sudah sampai Mrs. Thompson.” Katanya.

Aku turun dari mobil dan kembali tentara-tentara memandangiku dengan tatapan tidak percaya bahwa ada seorang perawat wanita terjun di garis perang. Aku berusaha memantu Robert, namun ia melarangku karena aku seorang wanita. Aku membantunya membawa kotak obat-obatan yang ringan.

Saat aku masuk ke dalam tenda, saat itulah aku melihat Dave sedang duduk di ranjang dengan lengan kirinya terbalut perban. Ia menoleh ke arahku dan terlihat terkejut. Ia bangkit dari ranjangnya seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Aku segera meletakkan kotak obatku dan segera berlari ke arahnya. Aku memeluknya dan ia membalas memeluk tubuhku. Ia menciumku dan memelukku erat-erat seakan tidak percaya kalau aku berada di pelukannya saat ini.

“Oh, Dave. Tuhan mendengar doaku. Kau masih hidup, kau selamat.” Kataku terharu. Air mata tidak berhenti mengalir di pipiku.

Aku sadar semua orang sedang memandangi kami penuh haru dan aku tahu bahwa selama ini kami berdua terkoneksi melalui kuasaNya.

“Patti, kau sudah gila. Mengapa kau di sini? Aku mencemaskanmu sepanjang hari, aku memikirkanmu setiap malam. Aku berdoa supaya aku bisa kembali padamu. Aku selalu berjanji bahwa aku tidak boleh tewas di pertempuran karena aku masih memilikimu.” Katanya sambil memegang kepalaku dengan kedua belah tangannya yang kuat dan kemudian ia kembali menciumku dan memelukku.

“Yihhhaaaaaaaaaa!!!” teriaknya sambil menggendong kemudian memutar tubuhku dalam pelukannya.
“Hentikan, Dave... Kau membuatku pusing...” kataku bahagia.

“Kau tidak tahu betapa bahagianya aku bisa bertemu denganmu, Dave.” Aku menciumi seluruh wajahnya yang kotor dan tertutup debu.

“Maaf, Letnan Franklin. Apakah anda adalah suami Mrs. Thompson?” Tanya Robert terbata-bata dengan mata berkaca-kaca. Hidungnya memerah karena menahan tangis.

“Kau yang membawanya kemari, Robert?” Tanya Dave. Robert hanya menganggukkan kepala saja.

“Terima kasih, Robert.” Kata suamiku sambil merangkulnya. Sementara Robert masih kebingungan.

“Yeah, Robert. Dia istriku! Mrs. Patti Franklin Thompson.” Kata Dave memperkenalkanku.

“Tetapi, dia mengatakan suaminya bernama Dave.” Sahut Robert yg masih nampak kebingungan.

“Yeah, itu nama depanku namun aku tidak mengenakannya karena Dave terkesan seperti nama anak-anak di militer.” Jawab Dave tertawa.

“Maafkan aku, Mrs. Thompson. Saya tidak tahu anda sedang mencari Mr. Franklin.”

“Tidak apa-apa, Robert.” Sahutku tersenyum sambil berterima kasih padanya.

Aku dan Dave, kami banyak berbincang malam itu. Aku menanyakan kesehatannya, keadaannya, aku memeriksa lukanya, pengelihatannya, syaraf motoriknya melalui gerakan demi gerakan anggota tubuhnya. Dan tidak ada satu pun yang mengalami luka dalam atau trauma.

Aku membantunya di garis perang dan kami melewatinya semuanya bersama. Amerika melakukan tindakan balasan atas Pearl Harbour hingga pada ekonomi perang. Dan amerika pulang dengan membawa kemenangan pada tanggal 2 september 1949 yang menjadi akhir dari perang dunia II.

A Story by Angela Roseli.

Catatan Sejarah Pearl Harbor Attack:

BATTLESHIPS
Arizona sank at her berth as a result of one or more aircraft torpedoes and about eight heavy bomb hits. One of the bomb hits (estimated as 2,000 pounds) exploded the forward magazines. The ship is considered to be a total wreck except for material which can be salvaged and reassigned. A considerable amount of ordnance material has already been removed, and work is underway in removing the 12-inch guns from turrets three and four.

California sank at her berth as a result of hits by two aircraft torpedoes and one or more near bomb misses. Also received one large bomb hit on starboard upper deck abreast of foremast, which caused a serious 5-inch powder fire. It sank gradually for about three or four days and is now resting rather solidly on a mud bottom. The quarterdeck is under about twelve feet of water, and the port side of forecastle is under about three feet of water.

Nevada struck by one or more aircraft torpedoes and by at least five bombs and two near misses. Each of the near misses caused rupturing of the hull on the port and starboard bows, respectively. One bomb hit in way of foremast caused explosion and fire damage which wrecked the vertical area extending from the second deck to the bridge. Several bomb hits wrecked the forecastle from side to side forward of No. 1 turret, and this damage extended down to the second deck. Fragments from a bomb hit amidships caused considerable local damage to the mainmast, stack, and other structure, and caused many casualties to 5-inch gun crews.

Oklahoma capsized at her berth within eight to eleven minutes after receiving three or more hits by aircraft torpedoes. the hull is 20° to 30° to being up-side down, with a considerable portion of the bottom and starboard side above water.

Pennsylvania one bomb hit in way of after 5-inch gun starboard side. The vessel was in drydock No. 1. The damage from bomb explosion was considerable but not of a vital nature, although there were a large number of casualties and one gun was put out of commission. The damage did not extend below the second deck.

Maryland two bomb hits on forecastle. One small bomb (probably 100 pounds) passed through the forecastle deck forward of the chain pipes and exploded on the maindeck causing only a small amount of damage. The second bomb, (probably 500 pounds) passed through port side of the sip about twelve feet under water and exploded in the C&R storeroom. This explosion wrecked flats and bulkheads in that area, and fragments caused numerous leaks through the sides and bottom. These leaks were temporarily patched without going into drydock.

Tennessee two bomb hits (probably 15-inch shell type). One of the bombs struck the center gun of No. 2 turret causing a large crack which necessitated replacement of the gun. This bomb exploded and did considerable local fragment damage. Another similar bomb struck the top of No. 3 turret and penetrated same in way of a riveted joint. This bomb was a dud and did no serious damage except for putting one rammer out of commission. The Tennessee suffered serious damage aft in officers' quarters due to fire resulting from the great heat caused by the oil fire starting from the Arizona. The shell plates around the stern were somewhat buckled and joints broken.

West Virginia sank at her berth as a result of four or five aircraft torpedo hits and at least two bomb hits. The vessel rests on a hard bottom with all spaces flooded up to two or three feet below the main deck. Most of the damage from torpedoes is in the midship area, which is badly wrecked both below water and above water. A large bomb passed through the foretop and the boat deck and apparently exploded near the port side on the main or second deck. This explosion caused considerable wreckage and a terrific powder and oil fire, which burned out the whole area and extended to the foremast structure up to and including the bridge. A second bomb hit the top of turret III and passed through the 6-inch top. The nature of the penetration indicated defective material. This bomb did not explode but caused damage to the slide of the left gun. Recently another torpedo hole, and parts of the torpedo, have been located aft under the counter. The steering engine room appears to be wrecked and the rudder is lying on the bottom.

CRUISERS
Helena hit at frame 80 starboard side by aircraft torpedo causing the flooding of No. 1 and firerooms and the forward engineroom. The starboard engine was found to be seriously damaged. Temporary repairs to hull were completed at Pearl Harbor, T.H., and the vessel has proceeded to mare Island under two shafts to await permanent repairs.

Honolulu damaged by near miss of large bomb (probably 500 pounds) which passed through dock and exploded fifteen or twenty feet from the port side at frame 40. This explosion caused considerable damage to the hull and resulted in the flooding of storerooms and magazines in that area, and also drowned out the electric power cables of turret II. Most of the flooding resulted from rupture of a magazine flood seachest; the hull of the ship was not opened up but leaked some due to pulled joints and rivets. Permanent repairs were completed at Pearl Harbor, T.H.

Raleigh hit by one aircraft torpedo amidships on port side which flooded out the forward half of the machinery plant. The ship was also hit by one bomb (probably 500 pounds) which passed through three decks and out the ship's side, and finally exploded about fifty feet away. The damage from the explosion was not extensive, but together with the hold made in the side, caused serious flooding on the port side aft. This flooding was out of all proportion to the extent of damage and resulted from inability to close armored hatches tightly against the water head. The bomb struck only a few feet abaft the gasoline stowage. permanent repairs to the hull are being completed at Pearl Harbor, T.H. The vessel will return to Mare Island about the middle of February for permanent repairs to machinery and power leads, this being necessitated primarily by replacement of one boiler and the cast iron turbine casings of engine No. 4.

DESTROYERS
Shaw hit by one bomb while docked on floating drydock; also hit by many fragments from another bomb which struck the drydock. The serious fire following bomb hits resulted in blowing up of forward magazine and heat damage to shell plating in the forward areas. The after part of the ship was not seriously damaged. The Shaw was re-docked on the same drydock on January 26, 1942, for installation of a false bow at about frame 50. The vessel will be ready to proceed to Mare Island under her own power between 01 and 15 February.

Cassin and Downes: Cassin was struck by one bomb and Downes by two (probably 500 pounds). These vessels were in drydock No. 1 ahead of the Pennsylvania. One bomb explosion aft between the two vessels apparently knocked the Cassin partly off the drydock blocking and caused her to fall over on the Downes when the dock was being flooded during the raid. This caused a serious structural failure amidships and considerable local damage in way of the bridge. The torpedo warheads in the starboard tube of the Downes were set off and blew out the maindeck and starboard side of the vessel in that area. This caused some damage to boilers and engines. A serious oil fire followed the explosion and caused extensive damage to the hull of both vessels. Fragments and explosions have caused over 200 holes in the hull of the Cassin and probably well over 400 in the hull of the Downes.
Most of the machinery of both ships has been removed for examination and re-conditioning, and it now appears that the machinery of the Cassin is 98% good and the

Downes about 95% good. Permanent and temporary repairs have been made on the hull of the Cassin to permit her re-floating about February 5, and similar work is proceeding on the Downes.
At present it appears inadvisable to count on the recommissioning of these two vessels as first-line destroyers, but it is likely that repairs can be effected within two to four months which will make the vessels entirely suitable for escort vessels, thus releasing two first-line destroyers from this duty. The Navy Yard, Pearl Harbor, T.H., is working up sketch plans covering suitable arrangements for deck houses, bridge, armament, etc., adequate for an escort vessel. it is generally believed that although the hull of the vessels have been considerably weakened, they will be entirely adequate to carry the considerable reduced load in armament and other topside weights required for an escort vessel.

AUXILIARY VESSELS
Oglala sunk by one aircraft torpedo which passed under the ship from the starboard side and exploded against the starboard side of the Helena. Vessel sank slowly at ten-ten dick, capsized against the dock about 11/2 hours after being struck. This vessel is probably not worth salvaging but plans are being made to remove her from the berth that she now occupies.

Curtiss struck on kingpost starboard crane by Japanese airplane out of control. This resulted in some wreckage and damage due to fire. machinery of the crane was seriously damaged and the radio antennae were put out of commission. one bomb (probably 500 pounds) struck the forward end of the hangar on the port side off the center line, exploding on the second deck. The explosion and resulting fire caused a great amount of wreckage and loss of material. Temporary repairs have been completed and permanent repairs await availability of the ship at the Navy Yard, Pearl Harbor.

Vestal struck by two bombs (probably 500 pounds). One bomb hit forward and exploded in the steel shape storage, which stopped a large part of the fragments and minimized damage considerably. The other bomb struck aft and exploded in the hold, causing a large number of fragment holes through the shell. Flooding aft caused the after part of the vessel to submerge almost to the main deck. The vessel was alongside the Arizona when the raid commenced and was beached at Aeia to prevent further sinkage. Temporary repairs have been completed during a short stay in drydock, and permanent work will be completed when a dock is available.

Utah struck by two, and possibly three, aerial torpedoes capsized at berth. Ship is within a few degrees of being exactly upside down.

Senin, 22 Agustus 2011

Linzy Penyelamatku

Aku menemukan Linzy dalam balutan selimut 4 tahun yang lalu di depan rumahku. Malam itu begitu dingin dan aku tidak bisa tidur. Aku berjalan menuruni tangga rumahku yang gelap untuk mengecek rumah sekaligus membuang sampah makan malamku.

Aku pergi ke dapur dan membereskan beberapa kekacauan dan kotoran. Aku memasukkan sisa kotak sterofoam ke dalam plastik sampah.

Aku membuka pintu depan, udara malam yang beku segera menerpa wajahku, butiran-butiran es yang dingin seakan-akan menusuk wajahku. Aku segera merapatkan mantel tidurku dan menyeberangi halaman rumahku. Aku berjalan tergesa-gesa hendak melemparkan kantong sampahku ke dalam tong hitam besar.

Sekilas aku melihat sebuah kardus tergeletak di sebelah tong sampah besarku. Aku mendekatinya dan berusaha memfokuskan pandanganku.

"Apakah itu gerangan?" pikirku dalam hati.

Aku mendekatinya dan melihat ke dalamnya. Sebuah selimut biru muda terbalut melingkar di tubuh mungilnya. Aku mendengar sebuah erangan kecil di dalamnya. Aku membungkuk dan membuka selimutnya, aku melihat seekor anak kucing manis berwarna hitam. Matanya tertutup karena mengantuk. Dia bergelung di balik selimutnya berusaha menghangatkan diri.

Aku segera membawanya masuk ke dalam rumah dan melemparkan sampahku. Aku berlari kecil menyeberangi halaman rumahku. Aku menghangatkan segelas susu dan menuangkannya ke dalam mangkuk.

Aku membangunkannya dan menyodorkan mangkuk itu dihadapannya. Ia menjilatnya hingga habis. Lucunya ia bisa mencari sendiri selimut biru mudanya dan kembali bergelung di dalamnya dan tertidur pulas.

Aku tahu malam ini pasti menjadi malam yang panjang dan berat baginya. Aku memutuskan untuk merawatnya, aku membuka-buka buku novelku untuk mencari nama yang teoat untuknya, hingga mataku tertuju pada sebuah nama, yaitu Linzy. Ya, Linzy terdengar manis.

Aku membelikan linzy berbagai mainan favorit kucing dan mengajaknya bermain. Aku membelikannya keranjang dan melapisinya dengan bantalan yang empuk supaya ia bisa tidur dengan nyaman. Dan tak lupa aku meletakkan selimut biru mudanya di atas bantal itu dengan semangkuk susu di sebelahnya.

Linzy selalu bermanja-manja di kakiku saat aku sedang membaca atau pun merajut. Ia begitu bahagia dan bersemangat bersamaku. Kini aku menemukan keluarga baru. Linzy kini menjadi salah satu anggota keluargaku.

Malam itu aku tertidur dengan nyenyaknya hingga aku lupa betapa lelah dan letihnya aku sepanjang hari itu. Aku tertidur di dalam kamarku sementara Linzy berada di dapur di dalam keranjanganya.

Malam itu, sayup-sayup aku mendengar suara Linzy mengeong terus tanpa henti. Aku membiarkannya karena aku begitu amat sangat lelah dan tidak sanggup membuka mataku. Dalam tidurku aku terus mendengar Linzy mengeong tanpa henti dan melompat-lompat menggedor pintu kamarku, hingga aku memperoleh kekuatan untuk membuka mataku dan berusaha bangun dari tempat tidurku.

"Ok, Linzy... Aku sudah bangun..." kataku pelan.

Dari bawah pintu kamarku aku melihat sebuah sinar merah berkilat-kilat. Sementara aku melihat bayangan Linzy mondar-mandir di depan pintu kamarku.

"Apa itu?" pikirku.

Sekelebat aku baru menyadari, aku memanaskan susu Linzy dan meninggalkannya di atas kompor yang menyala, sedangkan aku tertidur.

Aku segera melompat dari ranjangku dan berlari keluar. Aku melihat asap tebal dan kobaran api telah memenuhi rumahku dan telah membakar habis isi dapurku.

Aku segera merengkuh Linzy dalam pelukanku dan masuk ke kamar dan mengambil selimut untuk membungkus Linzy dan tubuhku serta menyahut tas tempat barang berhargaku. Aku menerobos asap tebal dan menuju jendela terdekat. Aku mengangkat jendela dan melompat keluar. Aku melemparkan Linzy terlebih dahulu, kemudian aku melompat keluar.

Saat aku terjatuh di atas rumput, tetanggaku segera menolongku dan membawaku keluar menjauhi rumahku. Pemadam kebakaran tiba dan sekeliling rumahku dipenuhi suara sirine tanda bahaya pemadam kebakaran. Para tetanggaku telah berkerumun dan berusaha menolongku dan Linzy.

"Linzy... Linzy..." panggilku.

Linzy segera berlari ke arahku dan aku segera memeluknya. Petugas pemadam memberikanku pertolongan pertama dan oksigen untukku bernafas. Setelah aku tenang dan melihat Linzy berada di pelukanku, aku menyadari bahwa Linzy telah menolongku dari malapetaka yang bisa merenggut nyawaku.

"Oh, Silvia... Aku bahkan tidak tahu kalau kau ada di rumah." kata nyonya Patricia

"Aku menelepon pemadam kebakaran agar mengeluarkan Linzy dari rumah." lanjutnya.

"Oh, terima kasih nyonya. Terima kasih atas pertolongan anda, aku tidak tahu lagi bagaimana jadinya tanpa anda." kataku sambil menggenggam tangannya erat-erat.

Apa jadinya bila malam itu Linzy tidak mengeong dan meninggalkanku dalam kamar? dia seekor kucing dan bisa meloloskan diri sendiri, terlebih lagi setelah petugas pemadam kebakaran mengatakan bahwa jendela dapurku dalam keadaan terbuka.

Linzy bisa saja melompat dan keluar dari sana, namun ia tidak melakukannya. Ia memilih untuk mencariku dan membangunkan aku.

Aku memeluk Linzy erat-erat dalam pelukanku dan menciumnya.

"Linzy.. Terima kasih, kau menyelamatkan nyawaku."

Kami melakukan beberapa renovasi setelah kebakaran itu. Aku membelikan keranjang baru yang lebih besar untuk Linzy dan bantal bergambar beruangnya. Selimut biru muda Linzy telah habis terbakar dan aku membelikannya selimut merah muda sebagai penggantinya.

Dan aku menyadari mungkin dengan terbakarnya selimut biru muda Linzy, Linzy telah mengubur seluruh masa lalunya yang pahit sampai aku menemukannya di luar halaman rumahku.



Rabu, 17 Agustus 2011

Panah Cinta Brownie

Aku melihatnya di sebuah pasar sedang dalam pelukan seorang pria bertubuh besar dan berkulit hitam.
Yeah, aku langsung jatuh cinta ketika melihatnya pertama kali. Dialah Brownie, seekor anjing kecil gemuk, lucu dan berbulu hitam lebat seperti seekor bayi beruang.
Aku membelinya di sebuah pasar dengan harga yang cukup mahal.

"Ayo, ayah... Belikan untukku..." kataku sambil merayu ayah. Tetapi ayah menggelengkan kepalanya saat melihat brownie.

"Lihatlah matanya, ayah... Dia sudah memanggilku dari jauh..." pintaku sambil menarik-narik kemeja ayah.

Ayah mengamat-amati wajahnya yang lucu dan akhirnya hati ayah luluh melihat matanya yang terlihat mengantuk itu.
Aku menggendongnya dalam pelukkanku sepanjang jalan dan brownie begitu manja hingga tertidur dalam pelukanku.

Aku mengajaknya bermain sepulang sekolah dan tidur bersamaku setiap malam. Kami bermain ke pantai dan berenang bersama di laut pada akhir pekan. Kami bermain freezebee di taman dan berjogging bersama.

Aku sangat mencintai brownie, dia sahabatku selamanya. Dia selalu ada untukku setiap saat, hingga aku masuk sekolah menengah.

Suatu hari aku bersama brownie, kami berjogging bersama di taman dengan sebuah tali kekang di tanganku. Kami berlari-lari kecil menyusuri jalan kecil melewati sebuah hutan. Angin sejuk musim semi berhembus hingga menerbangkan rambutku. Begitu juga dengan brownie, bulu-bulunya yang panjang beterbangan ditiup angin sementara lidahnya menjulur keluar. Hingga seekor tupai menarik perhatiannya untuk pertama kalinya.

Brownie langsung bereaksi melihat tupai itu dan sontak ia melompat dan mengejarnya sekuat tenaga, hingga tali kekangnya terlepas dari tanganku.

"Oh, tidak brownie!  Kembali!" teriakku, namun brownie tidak mempedulikanku dan berlari mengejar tupai itu masuk ke hutan.

Ketakutan langsung menyelimutiku! Aku mengejar brownie sekuat tenaga.
Aku takut brownie hilang dan tersesat di dalam hutan. Di sana mungkin saja ada binatang buas atau anjing hutan yang akan melukainya, atau mungkin ada orang jahat yang bersembunyi di sana dan bisa saja melukai brownieku.

"Brownie Kembali!!!" teriakku lagi.

"Brownie Kembali!!!"

Hingga akhirnya seorang pria muda berbadan tegap menghadang brownie dan berusaha menangkapnya.

Brownie terkejut dan tiarap di atas rumput, tetapi masi berusaha ingin melarikan diri.
Aku berlari mendekati brownie dan secepat mungkin ingin memegang tali kekangnya.

"Brownie!!!" teriakku dari jauh.

Brownie langsung menoleh ke arahku dan mengibas-ngibaskan ekornya gembira ketika melihatku menghampirinya.

"Oh, maafkan aku! Terima kasih telah menghadang anjingku. Aku sampai kehabisan nafas mengejarnya." kataku terengah-engah sementara brownie menatapku bahagia sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

"Tidak apa-apa." jawabnya

"Ini anjingmu? Dia cepat sekali, meskipun gemuk hahahahaha..." katanya tertawa.

"Kenalkan, namaku Ronny dan kau?"

"Aku Pamela dan ini brownie."

"Woof!!! Woof!!!" gonggong brownie, mengibas-ngibaskan ekornya tetapi kali ini menatap kami bergantian.

Itulah awal perkenalan kami dan brownie yang memperkenalkan kami berdua di taman itu. Aku sering tertawa sendiri bila mengingatnya. Brownie menembakkan panah cinta itu kepada Ronny dan kini kami selalu pergi bertiga kemana pun.

Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kami lewati bersama seperti 3 orang yang tidak akan terpisahkan lagi.

Hingga suatu hari Ronny mengajak brownie keluar ke pantai untuk menikmati sunset. Beberapa lama setelah matahari tenggelam, Ronny dan brownie tidak kunjung kembali juga sementara aku menunggu mereka di rumah pantai. Suasana pantai sudah diselimuti kegelapan dan laut sudah tidak terlihat lagi.

Hingga dari jauh aku mendengarkan suara gonggongan brownie. Aku keluar dan melihat brownie berlari sekuat tenaga menghampiriku dan menggonggong.

"Ada apa, brownie? Mana Ronny?" tanyaku

"Woof! Woof!" kata brownie sambil menengadahkan kepalanya berusaha mengajakku.

Hatiku langsung diliputi kekuatiran, "Apakah sesuatu terjadi pada Ronny?" kataku dalam hati.

Aku segera berlari mengikuti kemana brownie membawaku, aku berusaha menajamkan mataku untuk berlari di tengah kegelapan. Aku mengandalkan cahaya rembulan untuk menerangi pesisir pantai itu. Brownie berlari dan menghilang di balik sebuah karang besar.

Aku mengejarnya hingga aku menemukan sebuah cahaya dari lilin-lilin kecil yang telah Ronny susun menjadi sebuah bentuk Hati di atas pasir. Terdapat sebuah tulisan "I Love You" di dalamnya.

"Oh, Ronny... Apa yang kau lakukan?" kataku sambil menutup mulut dengan kedua tanganku. Aku terkejut, bahagia, terharu, tidak mengerti semua perasaan terasa campur aduk.

"Woof!!! Woof!!!" brownie menggonggong sambil mengibas-ngibaskan ekornya dan terlihat bersemangat.

Ronny mendekatiku perlahan-lahan hingga kami berdua begitu dekat.
Ia berlutut di depanku dan mengeluarkan sebuah kotak bludru berbentuk hati berwarna merah.

"Oh, Tuhan! Ia melamarku." kataku dalam hati bahagia dan terharu.

Ia membuka kotak itu dan benar dugaanku. Kotak itu berisi sebuah cincin dengan sebuah berlian mungil bertatah di dalam cengkraman bingkai emas.
Ronny mengambilnya dan memasangkannya di jari manisku dan kemudian menciumku.

"Maukah kau menikahiku?" katanya lembut.

"Ya, Ronny... Aku mau..." jawabku terharu.

Kami menikah setahun kemudian dan begitu juga dengan brownie. Ia juga telah memiliki anak-anak yang lucu-lucu 4 ekor bersama dengan maggie anjing siberia milik tetangga ayahku, hahahahahaaa...

Tidak akan pernah aku melupakan pertemuanku dengan 2 cinta sejatiku. Mata brownie yang memancarkan cinta yang membuat hatiku luluh dan memeluknya dalam pelukanku. Dan tentunya panah cinta brownie mempertemukan aku dengan cinta sejatiku, Ronny.

Lupakan Yang Telah Lalu

Banyak orang dikuasai oleh masa lalu mereka.
Mereka dihantui oleh perasaan bersalah dan intimidasi di masa lalu.
Mereka dikuasai oleh trauma masa lalu.
Mereka dibelenggu oleh ketakutan masa lalu.
Mereka diikat oleh kekuatiran masa lalu.

Pikiran itu mengatakan;
Engkau tidak bisa
Engkau tidak mampu
Engkau tidak berharga
Engkau tidak berguna
Tidak ada yang mau denganmu

Hal-hal ini membuat kita tidak bisa bebas dan kita tidak bisa bahagia menjalani hari-hari kita setiap hari.
Hari-hari kita dipenuhi oleh keluhan demi keluhan.
Kita tidak bisa bergerak maju dan meraih mimpi dan masa depan kita.
Kita hidup dalam bayang-bayang masa lalu.
Kita dipenuhi amarah dan dendam masa lalu.

Lucy adalah seorang gadis berusia 10 tahun dan dalam tahun-tahun hidupnya sejak kecil, ia selalu menerima siksaan yang hebat secara fisik dari papanya yang sangat tempramental. Ia selalu dipukul untuk alasan sepele dan bahkan untuk alasan yang tidak pernah ia tahu di mana letak kesalahannya.

Suatu hari lucy berjalan menuju dapur rumahnya. Lucy berjalan melewati mama yang sedang duduk di lantai merapikan koran-koran yang berantakan. Mama memperhatikan lucy masuk ke dapur dan menghilang di balik pintu.

Mama kemudian berdiri dan mengikuti lucy. Mama melihat Lucy menyalakan kompor yang biasa mama pakai untuk memasak. Lucy tertawa saat memperhatikan api yang sedang menari-nari di depannya itu meliuk-liuk. Mama hanya terdiam dan memperhatikan apa yang akan dilakukan Lucy selanjutnya.

Setelah beberapa menit akhirnya Lucy mematikan kompor itu dan beranjak keluar dari dapur. Mama segera berlari dan menuju ke tempatnya duduk semula.

Saat mama melihat Lucy keluar dari dapur mama bertanya pada Lucy, "Lucy, kenapa kamu menyalakan kompor tadi di dapur dan tertawa sendiri?"

"Lucy lagi bayangin sedang bakar papa hidup-hidup, ma." jawabnya.

Dari mana Lucy bisa berpikir hingga sedemikian rupa? Lucy hanya seorang gadis kecil, tetapi bisa berpikir sesadis itu. Lucy mengalami trauma hebat akibat pukulan demi pukulan fisik yang dilancarkan papanya dengan penuh kebencian.

Mendengar kisah ini, membuat saya berpikir terus tentang bagaimana nasib Lucy selanjutnya.

Saya percaya Lucy akan bertumbuh menjadi anak yang penuh dengan kepahitan dan luka batin di tahun-tahun berikutnya, bila memori buruk ini tidak secepatnya diselesaikan. Dia akan menjadi seorang gadis dewasa yang dibakar oleh api dendamnya pada papa, bila trauma ini tidak diangkat.

Saya mulai mengerti mengapa ada orang yang akhirnya menjadi depresi dan frustrasi, bahkan ada yang menjadi gila, bunuh diri atau yang mengerikan adalah psikopat atau memiliki kepribadian ganda dengan mengenakan banyak topeng dan kebohongan demi kebohongan. Semuanya diakibatkan oleh trauma hebat di masa lalu.

Banyak orang akhirnya gagal dalam meraih masa depan dan cita-cita mereka oleh karena mereka terpenjara dalam masa lalu mereka.

Keputusan memilih untuk melangkah dengan hati yang baru, hidup yang baru dan pikiran baru bukanlah hal yang mudah. Tetapi saya percaya hal ini tidak mustahil. Kita bisa mengubah nasib kita, nasib dan masa depan kita tidak ditentukan oleh masa lalu kita.

Saya banyak membaca buku biografi orang-orang terkenal dan hampir 90% di antaranya adalah orang-orang yang berasal dari latar belakang yang buruk, minus dan tragis. Tetapi mereka berhasil membalikkan keadaan mereka dan menginspirasi banyak orang untuk bangkit dari keterpurukkan mereka.

Ketika Allah mendidik seseorang Ia tidak akan mengirimkannya ke sekolah kasih karunia ditengah-tengah orang yang sabar dan baik hati, tetapi Ia mengirimnya ke sekolah keterpaksaan. Pemimpin-pemimpin besar muncul ketika timbul krisis dan masalah-masalah berat yang memaksa mereka untuk bangkit melampaui orang rata-rata.

Bukan saja mereka menemukan jawabannya, namun mereka menemukan suatu power dalam diri mereka. Dalam bukunya John C. Maxwell mengatakan bahwa ketika seseorang dihadapkan pada situasi sulit, maka seseorang yang menonjol sikapnya akan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, sementara ia mengalaminya.

Tidak ada masyarakat yang dapat mengembangkan orang-orang tangguh di masa damai. Kesusahan merupakan kemakmuran bagi orang-orang yang memiliki sikap tangguh dan sikap anda dapat mengubah masalah anda menjadi berkat.

Anda Berharga
Anda Dicintai
Anda Dibutuhkan
Anda Bukan Masa Lalu Anda


Selamat mengejar mimpi anda.

Kebiasaan Buruk...

Saya percaya pada kata-kata yang mengatakan, pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik.

Baru-baru ini saya berjumpa dengan seseorang yang terbiasa berbicara kasar dan memaki, seolah-olah makian sudah menjadi hal yang lumrah untuk dikeluarkan dan secara refleks ia saya akan mengatakannya untuk mengomentari sesuatu dan seolah-olah ia merasa bangga saat mengatakannya, entah apakah kata-kata itu membuatnya tampak hebat atau membuatnya ditakuti oleh banyak orang.

Yang jelas, saya menjadi amat sangat tidak nyaman berada didekatnya.

Saya juga sempat bertemu dengan seseorang yang mengumbar kemarahannya di depan banyak orang. Saya sangat malu saat melihat hal demikian dan hal ini membuat saya setuju dengan perkataan yang mengatakan, Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.

Seseorang akan dihormati karena ia menjauhi pertengkaran atau perbantahan, seseorang tidak akan dihormati karena ia menang dalam perdebatan. Oleh karena itu seseorang yang bijaksana adalah orang yang mengalah dan memilih untuk tidak bertengkar.

Setahu saya perkataan kasar, kesukaan berdebat, amarah, geram dan makian yang sering terlontar dari mulut akan menjadi suatu kebiasaan dan refleks dan tentunya perlu extra tenaga untuk mengerem kebiasaan seperti ini.

Saya pun belajar bahwa menanamkan beberapa kecanduan positif adalah sangat penting, seperti belajar memelihara perkataan yang baik setiap hari, tidak mudah terpancing dengan keadaan sekeliling kita, mendekatkan diri kepada Tuhan, membantu orang lain sekalipun dalam hal-hal kecil.

Kita tentunya tahu hal-hal apa saja yang membuat kita kadang lepas kendali dan kita harus mewaspadainya bila tanda-tanda itu mulai muncul. Sehingga kita bisa mengevaluasi hal-hal apa saja yang membuat kita terkadang lepas kendali.

Kebiasaan buruk harus ditahlukkan, dengan cara tidak memberinya makan. Setiap orang memiliki "monster" dalam dirinya dan apabila "monster" ini diberi makan dengan cara kita menuruti keinginannya, maka "monster" ini akan menjadi semakin besar dan semakin besar hingga akhirnya menguasai dan mengendalikan hidup kita. Oleh karena itu, jangan memberi "monster" ini makan supaya dia menjadi lemah dan hilang kekuatannya.

Mari kita bersama-sama menciptakan seorang "malaikat" (kebiasaan baik) dalam diri kita dan bukan "monster" dan saya percaya "malaikat" yang anda ciptakan ini akan mengantar anda pada keberhasilan dan kesuksesan dalam karir (promosi-promosi akan berdatangan), masa depan dan pernikahan yang bahagia.

Selamat memelihara kebiasaan-kebiasaan baru yang positif.

Senin, 15 Agustus 2011

Sikap Menentukan Keberhasilan???

Dulu saya berpikir kemampuan seseorang berbicara yang menentukan ia berhasil dalam kehidupan ini, namun ternyata hal itu salah.

Suatu hari saya bertemu dengan seseorang yang sedang menjualkan produknya kepada saya. Saya berusaha bersikap sopan dan menghargai dia dengan bersikap antusias. Tetapi yang saya perhatikan selama ia mempresentasikan produk-produknya adalah sikapnya yang sombong, gaya bicaranya yang terlihat sok membuat sikap antusias saya mulai menurun.

Saya tahu betul bahwa produk yang ia tawarkan adalah produk yang bagus dengan kualitas prima. Tetapi entah mengapa sikapnya menghalangi saya untuk membeli produk-produknya.

Akhirnya saya menemukan bahwa ternyata orang tidak melihat pada apa yang kita bawa, tetapi siapa dan bagaimana yang membawakannya. Apalah artinya produk yang baik dan prima bila sang pembawa produk menyampaikannya dengan nada dan gaya bicara yang arogan, apalagi bila disertai dengan gesture tubuh yang sok dan sikap yang tidak sabar saat kita bertanya mengenai produknya.

Di samping itu, saya juga pernah melihat sekelompok atlit basket berbakat dan sangat gagah, namun mereka memiliki sikap yang sangat buruk dan penuh dengan rasa ego.
Saya berpikir, bila atlit berbakat + sikap yang baik = sukses team work.
Atlit berbakat + sikap buruk = unrespectful, mereka tidak akan menuai hormat dari orang lain.

Tidak ada yang lebih hebat untuk menghancurkan seseorang selain orang itu sendiri. Penghancur paling hebat dalam karir, masa depan dan keluarga kita adalah diri kita sendiri, ego kita sendiri, sikap yang tidak mau dikalahkan.

Sikap yang buruk akan mengantarkan seseorang ke tempat yang tidak mereka inginkan. Dan tanpa disadari ada banyak orang telah menggagalkan masa depannya akibat sikapnya yang buruk.

Sikap kita tidak mungkin otomatis baik hanya karena kita adalah seorang yang religius dan beriman. Karena sikap kita dibentuk melalui keluarga, lingkungan, pekerjaan dan pernikahan.

Sikap hati yang keras dapat diubah dengan membuka hati dan membuka diri pada masukkan dan perkataan orang lain yang membangun diri kita, kesediaan untuk menerima kritik adalah hal terbaik yang dapat saya pakai untuk maju.

Saya juga sempat bertemu dengan seseorang yang sangat ramah sekali dan sangat menyenangkan berbicara dengannya. Berkenalan dengan dirinya dan memahami karakternya dan bagaimana ia bertingkah laku sangat menginspirasi saya untuk meneladani sikapnya.

Saya belajar banyak bagaimana memperlakukan orang lain di sekitar saya melalui kehidupannya sehari-hari. Justru sikap seperti inilah yang akhirnya membawa ia di posisi atas dan berdiri di hadapan "Raja-raja" atau orang terkemuka dan bukan orang-orang biasa.

Teman, sikap menentukan masa depan kita seperti apa. Bergaullah dengan orang-orang yang positif supaya anda menjadi orang yang positif dan ubahlah setiap perkataan negatif anda menjadi ucapan syukur.

Minggu, 14 Agustus 2011

Papa Mencintaimu Danny

Danny adalah bocah berusia 7 tahun. Ia adalah seorang anak yang lincah, periang dan banyak bicara. Suatu hari Danny melihat mama sedang mencuci pantat wajan yang hitam legam dengan menggunakan sikat besi.

"Mama sikat itu buat apa?" tanya Danny polos.

"Untuk membersihkan wajan, nak. Supaya wajan mama bersih." jawab mama tersenyum.

Pagi itu di hari minggu yang cerah papa sedang mencuci mobil kesayangannya. Danny memperhatikan papa mencuci mobil biru metalic kesayangannya dari dekat dan ingin membantu papa membersihkan mobilnya supaya papa tidak capek. Sontak Danny berlari menuju dapur dan mengambil sikat besi yang berada di atas cucian piring.

Danny berlari menuju kap depan mobil papa dan segera menyikat badan mobil papa dengan sikat besi supaya mobil papa bersih.

Alangkah terkejutnya Danny saat melihat mobil papa semakin rusak dan cat mobil birunya mengelupas. Papa yang sedang berada di bagian belakang mobil segera berlari menuju ke tempat Danny berada.

Papa melihat kap mobilnya yang sudah penuh dengan goresan, kemudian melihat tangan Danny yang memegang sikat besi milik mama.

Tanpa berpikir panjang, papa langsung memukul tangan Danny sekuat tenaga. Papa begitu marah sehingga papa memukul tangan Danny berkali-kali hingga Danny menjerit-jerit dan berteriak kesakitan, sementara mama sedang tidak berada di rumah.

Danny terus berteriak-teriak kesakitan dan menjerit-jerit di depan papa, hingga akhirnya papa tersadar bahwa papa sedang memegang kunci inggris di tangannya dan memukulkannya ke tangan Danny hingga remuk. Darah tercecer di mana-mana.

Papa segera berlari membawa Danny ke rumah sakit. Dokter melihat tangan Danny dan segera membalutnya dan membawanya untuk di foto. Dokter menyatakan bahwa tulang tangan Danny remuk akibat pukulan papa. Danny harus segera di operasi hari itu sebelum tangannya menjadi membusuk dan diamputasi.

Papa segera menelepon mama dan memasukkan Danny untuk dioperasi saat itu juga. Mama berlari dan menemui papa saat operasi berlangsung.

"Dia hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa!" Kata mama sambil menangis dan memukuli papa.

Selang beberapa jam, dokter keluar dan mengatakan Danny menerima 30 jahitan pada tangan kanannya.

Mama menangis terus sambil memandangi Danny dari balik kaca. Papa segera berlari dan menghambur keluar, papa menangis dan hancur hati melihat tangan Danny penuh dengan balutan perban.

"Dia bermaksud menolongku! Dia ingin membantuku mencuci mobil!" kata papa dalam hati sambil terus berlari sepanjang koridor rumah sakit.

Papa pulang ke rumah dan melihat mobil biru metalic kesayangannya. Papa meraih kunci inggris itu dan memukulkannya sekuat tenaga ke kap mobilnya. Papa menghujamkan terus pukulannya ke arah badan mobilnya.

Papa sangat marah, sedih dan hancur hati karena mobilnya telah membuat tangan Danny terluka. Papa terus memukuli mobilnya hingga puas dan berteriak sekencang-kencangnya.

***

Saudara apa yang kita lakukan hari ini pada keluarga kita, kita pastikan kita tidak akan menyesalinya di kemudian hari. Karena amarah tidak mengerjakan sesuatu yang baik, jangan pernah lelah mengingatkan diri anda untuk tetap sabar dan berpikir tenang.

Keluarga yang bahagia dan harmonis. Andalah yang menciptakannya. Jadilah rumah bagi keluarga anda berlindung dan berteduh.

Selamat menemukan cinta sejati anda dalam rumah.