Sabtu, 15 Juni 2013

God, Please Take Care Abbey...

Once I have a dog when I was a child. The dog that I loved so much like Abbey. I played with him everyday and sometimes sleep with him when I am scared or when my parents wasn't at home. I cried all night because I miss my lovely dog so much.
I hope this story can give you special moment with your pets, that God will take care of him for you in Heaven.


Enjoy the Story:
Our 14-year-old dog Abbey died last month. The day after she passed away my 4-year-old daughter Meredith was crying and talking about how much she missed Abbey. She asked if we could write a letter to God so that when Abbey got to heaven, God would recognize her. I told her that I thought we could so, and she dictated these words:

Dear God,

Will you please take care of my dog? She died yesterday and is with you in heaven. I miss her very much. I am happy that you let me have her as my dog even though she got sick.

I hope you will play with her. She likes to swim and play with balls. I am sending a picture of her so when you see her you will know that she is my dog. I really miss her.

Love, Meredith

We put the letter in an envelope with a picture of Abbey and Meredith and addressed it to God/Heaven. We put our return address on it. Then Meredith pasted several stamps on the front of the envelope because she said it would take lots of stamps to get the letter all the way to heaven. That afternoon she dropped it into the letter box at the post office. A few days later, she asked if God had gotten the letter yet. I told her that I thought He had.

Yesterday, there was a package wrapped in gold paper on our front porch addressed, 'To Meredith' in an unfamiliar hand. Meredith opened it. Inside was a book by Mr. Rogers called, 'When a Pet Dies.' Taped to the inside front cover was the letter we had written to God in its opened envelope. On the opposite page was the picture of Abbey & Meredith and this note:

Dear Meredith,

Abbey arrived safely in heaven. Having the picture was a big help and I recognized her right away.

Abbey isn't sick anymore. Her spirit is here with me just like it stays in your heart. Abbey loved being your dog. Since we don't need our bodies in heaven, I don't have any pockets to keep your picture in so I am sending it back to you in this little book for you to keep and have something to remember Abbey by.

Thank you for the beautiful letter and thank your mother for helping you write it and sending it to me. What a wonderful mother you have. I picked her especially for you. I send my blessings every day and remember that I love you very much.

By the way, I'm easy to find. I am wherever there is love.

Love, God.





By: Mark Castellano

Suspended Coffees This was sent in by Kate Jacobs and she asked me to share I think it's a lovely message and I hope it can help someone somewhere.

Jumat, 14 Juni 2013

Lidah yang Bijaksana

Kontrol ada pada mulut yang tunduk pada otoritas kaki Kristus, tunduk karena kuasa Firman Tuhan.

Saya percaya bahwa Firman Tuhan dapat menjadikan mulut kita lebih bijaksana. Karena itu bacalah alkitab anda setiap hari, agar bukan kata-kata sia-sia yang anda ucapkan, melainkan kehidupan.

Yesaya 50:4 mengatakan, "Tuhan Allah telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid."

Ada tujuan mengapa Tuhan memberikan lidah kepada kita. Agar dengan perkataan kita, kita bisa memberikan semangat pada orang yang letih lesu dan berbeban berat. Apa jadinya bila kita tidak menggunakan lidah ini dengan tepat dan kemudian lidah kita diambil? Bukankah akan lebih mengerikan?

Marilah kita gunakan lidah kita untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan.

Musa adalah tokoh alkitab yang sangat luar biasa, namun ia teledor dengan perkataannya sehingga menyebabkan ia tidak bisa masuk ke dalam tanah Kanaan. Musa marah dan mengatai Bangsa Israel sebagai bangsa durhaka. Hal ini mengakibatkan Allah marah.

Lihatlah betapa seriusnya Allah menanggapi setiap perkataan kita. Sekarang perhatikan! Apakah perkataan kita membangun atau meruntuhkan!

Alkitab mengatakan dalam yakobus 3:8, bahwa tidak seorangpun sanggup menjinakkan lidah. Ia dinyalakan oleh api neraka. Kalau manusia dapat menahlukkan berbagai-bagai hewan buas di bumi ini. Maka alkitab mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang sanggup menjinakkan lidah.

Lidah dapat menodai seluruh tubuh kita, sebab bukan apa yang masuk ke dalam mulut seseorang yang menajiskan ia, tetapi apa yang keluar dari mulut seseorang yang dapat menajiskan ia, yaitu perkataannya.

Lidah dapat menyalakan roda kehidupan yang seharusnya tidak perlu kita nyalakan. Masalah yang tidak perlu timbul dapat timbul hanya karena lidah salah bicara. Saya terberkati saat menonton film Ironman 3, film ini mengatakan bahwa "You create your own evil.", anda menciptakan iblis dalam kehidupan anda. Hanya karena kita sombong dan mengumbar kata-kata yang belum tentu bisa kita tepati, akhirnya masalah besar timbul dikemudian hari dan mengacaukan hidupnya yang semula tenang.

Salah satu adegan dalam film ini pastinya anda juga tahu saat tokoh utama menantang musuhnya melalui media dengan perkataannya yang sombong. Lidah bisa membawa jerat yang akan menyeret semua orang yang anda kasihi.

Anda tidak bisa 50% roh dan 50% daging. Kita harus 100% dikuasai roh kudus, itulah yang berkenan kepada Allah.

Berani bayar harga, berani diinstropeksi dan berani dievaluasi. Orang yang tidak mau diinstropeksi akan mengalami kemunduran. Orang yang mau memperbaiki diri dan mau diajar akan senantiasa dituntun oleh Tuhan.

Jangan pernah berjalan tanpa tuntunan Tuhan. Apabila kita sampai dipersimpangan jalan, berhentilah sejenak dan berdoalah agar hari demi hari anda semakin bijaksana dalam mengambil keputusan.


Tuhan Yesus Memberkati.

Selasa, 04 Juni 2013

Surat Cinta dari Surga

Suatu hari suami saya menerima sebuah kisah dari salah seorang temannya dan kemudian memberikan kisah inspiratif ini kepada saya.

Kisah ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama istri sebagai penolong bagi pria.

Inilah Kisahnya:

Ini adalah kisah nyata di kehidupanku.
Seorang suami yg kucintai yang kini telah tiada.
Begitu besar pengorbanan seorang suamiku pada keluargaku.
Begitu tulus kasih sayangnya untukku dan anakku.
Suamiku adalah seorang pekerja keras.
Dia membangun segala yang ada di keluarga ini dari nol besar hingga menjadi seperti saat ini.
Sesuatu yang kami rasa sudah lebih dari cukup.

Aku merasa sangat berdosa ketika teringat suamiku pulang bekerja dan aku menyambutnya dengan amarah,tak kuberikan secangkir teh hangat melainkan kuberikan segenggam luapan amarah.
Selalu kukatakan pada dia bahwa dia tak peduli padaku,tak mengerti aku,dan selalu saja sibuk dengan pekerjaannya.

Tapi kini aku tahu.
Semua ucapanku selama ini salah dan hanya menjadi penyesalanku karena dia telah tiada.
Temannya mengatakan padaku sepeninggal kepergiannya.
Bahwa dia selalu membanggakan aku dan anakku di depan rekan kerjanya.

Dia berkata, “ Setiap kali kami ajak dia makan siang, mas anwar jarang sekali ikut kalau tidak penting sekali,alasannya slalu tak jelas. Dan lain waktu aku sempat menanyakan kenapa dia jarang sekali mau makan siang, dia menjawab, “Aku belum melihat istriku makan siang dan aku belum melihat anakku minum susu dengan riang, bagaimana aku bisa makan siang. ”Saat itu tertegun,aku salut pada suamimu. Dia sosok yang sangat sayang pada keluarganya. Suamimu bukan saja orang yang sangat sayang pada keluarga, tapi suamimu adalah sosok pemimpin yang hebat. Selalu mampu memberikan solusi-solusi jitu pada perusahaan.”

Aku menahan air mataku karena aku tak ingin menangis di depan rekan kerja suamiku. Aku sedih karena saat ini aku sudah kehilangan sosok yang hebat.

Teringat akan amarahku pada suamiku, aku selalu mengatakan dia selalu menyibukkan diri pada pekerjaan, dia tak pernah peduli pada anak kita. Namun itu semua salah. Sepeninggal suamiku. Aku menemukan dokumen-dokumen pekerjaannya.

Dan aku tak kuasa menahan tangis membaca di tiap lembar di sebuah buku catatan kecil di tumpukan dokumen itu, yang salah satunya berbunyi, “Perusahaan kecil CV.Anwar Sejahtera di bangun atas keringat yang tak pernah kurasa. Kuharap nanti bukan lagi CV. Anwar Sejahtera, melainkan akan di teruskan oleh putra kesayanganku dengan nama PT. Syahril Anwar Sejahtera. Maaf nak, ayah tidak bisa memberikanmu sebuah kasih sayang berupa belaian. Tapi cukuplah ibumu yang memberikan kelembutan kasih sayang secara langsung. Ayah ingin lakukan seperti ibumu. Tapi kamu adalah laki-laki. Kamu harus kuat. Dan kamu harus menjadi laki-laki hebat. Dan ayah rasa,kasih sayang yang lebih tepat ayah berikan adalah kasih sayang berupa ilmu dan pelajaran. Maaf ayah agak keras padamu nak. Tapi kamulah laki-laki. Sosok yang akan menjadi pemimpin, sosok yang harus kuat menahan terpaan angin dari manapun. Dan ayah yakin kamu dapat menjadi seperti itu.”

Membaca itu, benar-benar baru kusadari betapa suamiku menyayangi putraku, betapa dia mempersiapkan masa depan putraku sedari dini, betapa dia memikirkan jalan untuk kebaikan anak kita.
Setiap suamiku pulang kerja. Dia selalu mengatakan, “ Ibu capai? Istirahat dulu saja.”
Dengan kasar kukatakan, “Jelas aku capek, semua pekerjaan rumah aku kerjakan. Urus anak, urus cucian, masak, ayah tahunya ya pulang datang bersih, titik.”

Sungguh,bagaimana perasaan suamiku saat itu. Tapi dia hanya diam saja. Sembari tersenyum dan pergi ke dapur membuat teh atau kopi hangat sendiri. Padahal kusadari. Beban dia sebagai kepala rumah tangga jauh lebih berat di banding aku. Pekerjaannya jika salah pasti sering di maki-maki pelanggan. Tidak kenal panas ataupun hujan dia jalani pekerjaannya dengan penuh ikhlas.

Suamiku meninggalkanku setelah terkena serangan jantung di ruang kerjanya.tepat setelah aku menelponnya dan memaki-makinya. Sungguh aku berdosa. Selama hidupnya tak pernah aku tahu bahwa dia mengidap penyakit jantung. Hanya setelah sepeninggalnya aku tahu dari pegawainya yang sering mengantarnya ke klinik spesialis jantung yang murah di kota kami. Pegawai tersebut bercerita kepadaku bahwa sempat dia menanyakan pada suamiku.

“Pak kenapa cari klinik yang termurah? Saya rasa bapak bisa berobat di tempat yg lebih mahal dan lebih memiliki pelayanan yang baik dan standar pengobatan yang lebih baik pula”

Dan suamiku menjawab, “ Tak usah, terlalu mahal. Aku cukup saja aku ingin tahu seberapa lama aku dapat bertahan. Tidak lebih. Dan aku tak mau memotong tabungan untuk hari depan anakku dan keluargaku. Aku tak ingin gara-gara jantungku yang rusak ini mereka menjadi kesusahan. Dan jangan sampai istriku tahu aku mengidap penyakit jantung. Aku takut istriku menyayangiku karena iba. Aku ingin rasa sayang yang tulus dan ikhlas.”

Tuhan.. Maafkan hamba Tuhan,hamba tak mampu menjadi istri yang baik. Hamba tak sempat memberikan rasa sayang yang pantas untuk suami hamba yang dengan tulus menyayangi keluarga ini. Aku malu pada diriku. Hanya tangis dan penyesalan yang kini ada.

Saya menulis ini sebagai renungan kita bersama. Agar kesalahan yang saya lakukan tidak di lakukan oleh wanita-wanita yang lain. Karena penyesalan yang datang di akhir tak berguna apa-apa. Hanyalah penyesalan dan tak merubah apa-apa.

Banggalah pada suamimu yang senantiasa meneteskan keringatnya hingga lupa membasuhnya dan mengering tanpa dia sadari.
Banggalah pada suamimu,karena ucapan itu adalah pemberian yang paling mudah dan paling indah jika suamimu mendengarnya.

Sambut kepulangannya di rumah dengan senyum dan sapaan hangat.
Kecup keningnya agar dia merasakan ketenangan setelah menahan beban berat di luar sana.
Sambutlah dengan penuh rasa tulus ikhlas untuk menyayangi suamimu.
Selagi dia kembali dalam keadaan dapat membuka mata lebar-lebar.
Dan bukan kembali sembari memejamkan mata tuk selamanya.

Teruntuk suamiku.
Maafkan aku sayang.
Terlambat sudah kata ini ku ucapkan.
Aku janji pada diriku sendiri teruntukmu.
Putramu ini akan kubesarkan seperti caramu.
Putra kita ini akan menjadi sosok yang sepertimu.
Aku bangga padamu,aku sayang padamu.

Istrimu
Rina