Sabtu, 30 Juli 2011

Aku Mau Bersyukur Selalu

Aku berjalan melintasi keramaian kota hendak menuju stasiun kereta dan pulang ke kampung halamanku. Jason Junior adalah panggilanku dan aku menyukai panggilan itu.

Siang itu matahari bersinar dengan teriknya dan menyengat kulitku. Aku berusaha memicingkan mataku hendak memfokuskan konsentrasi pada lampu lalu lintas di jalan yang berada tepat di seberangku.

Asap kendaraan bermotor memenuhi jalanan dan debu-debu beterbangan ke arahku dan aku berkeringat. Yeah, begitulah! Seluruh kotoran akhirnya menempel pada wajah dan jaket kesayanganku.

Aku menunggu dan berharap lampu segera berwarna hijau untuk penyeberang jalan. Akhirnya saat yang kunantikan tiba, lampu itu berubah menjadi hijau dan alangkah indahnya saat-saat seperti itu, gumamku dalam hati sambil tertawa kecil.

Aku segera menurunkan salah satu kakiku ke badan jalan hingga sebuah mobil mercedes benz terbaru tiba-tiba melaju kencang melewatiku dan hampir menabrakku.

Aku sangat kaget dan segera menarik kakiku kembali ke atas. Semua penyeberang jalan memrotes dan sebagian mengutuk.

Aku berpikir dalam hatiku, "Kapan aku bisa memiliki mobil sebagus dan semewah itu?"

Aku melangkahkan kaki masuk ke stasiun dan membeli tiket keretaku. Aku berjalan di sepanjang peron dan mencari keretaku. Aku naik kelas ekonomi karena hanya itu yang mampu aku beli.

Aku memilih tempat dudukku dan memastikan itu tempat yang empuk untuk tidurku nanti.

Aku menunggu sambil melihat-lihat hiruk pikuk orang-orang yang mondar-mandir sepanjang peron stasiun. Aku memperhatikan orang-orang yang berjalan, orang-orang yang melambaikan tangannya pada sahabat atau keluarga mereka dan orang yang sedang mengejar keretanya yang segera berangkat.

Tiba-tiba melaju sebuah kereta executive berwarna putih bersih dan berkecepatan tinggi.

"Wooowww!!!!" Kataku terkesima. Aku tidak pernah menaiki kereta indah seperti itu. Lajunya kencang sekali dan tanpa suara. Aku mulai membayangkan betapa nyamannya berada di dalam sana, ruangannya ber-AC, kursi-kursi yang empuk, pelayanan mewah, para pramusaji dengan kereta dorongnya membawa makanan yang lezat. Pasti waktu tidak akan terasa panjang, sementara aku berada di tempat panas, bau dan berdesakkan seperti ini. Alangkah perjalanan yang membosankan, kataku dalam hati sambil bertopang dagu.

Akhirnya saat-saat yang kunantikan tiba, kondektur mengangkat tangannya memberikan isyarat bahwa keretaku akan segera berangkat.

Sesaat sebelum keberangkatanku, tiba-tiba muncul seorang gadis kecil yang membuatku kaget. Seorang gadis kecil yang amat menakutkan.

Dia adalah seorang gadis pengamen, dia membawa bunyi-bunyiannya berjalan melintasi bangkuku. Aku melihat ada sesuatu yang aneh dengannya, bajunya lusuh dan compang-camping.

Rambutnya! Rambutnya! Rambutnya habis karena kulit kepalanya terbakar, hanya beberapa helai rambut saja yang menjutai panjang yang masi menempel di kepalanya.

Wajahnya sudah rusak dan ada lagi yang membuatku sangat terkejut.

Kedua lengannya meleleh sehingga menyatu dengan badannya, entah apakah dia pernah mengalami musibah dan hampir seluruh tubuhnya terbakar atau apa aku tidak tahu. Yang kutahu gadis itu terlihat mengerikan, tetapi aku kasihan padanya.

Saat kereta mulai berjalan dia mulai mengambil posisi di depanku dan mulai menyanyikan lagunya,

Dia menyanyikan suatu lagu yang sangat membuat hatiku tertegur. Dia menyanyikan sebuah lagu yang mungkin aku sendiri sudah lupa menyanyikannya.

"Bersyukur selalu... Bagi kasihMu di dalam hidupku..."
"Takkan kuragu atas rencanaMu tuk masa depanku..."

Air mata mulai mengalir di pipiku...
Aku tidak pernah tahu betapa tidak bersyukurnya aku atas apa yang kumiliki...
Aku bisa pulang ke rumahku sendiri meski dengan kereta yang murah dan melihat papa, mamaku dalam keadaan sehat dan berkecukupan.
Sedangkan dia? Memiliki orang tua atau tidak aku tidak tahu.

Dia terus menyanyikan lagu itu hingga selesai dan tidak terputus sama sekali.

Hari itu Tuhan mengajariku 1 hal yang amat sangat berharga dan akan aku simpan selamanya dalam hatiku.

"Oh, Yesusku.... Kau sangat kucinta...."

Demikianlah dia menyelesaikan lagunya dan segera mengumpulkan koin-koin dari para penumpang.
Aku memberinya sebagian uang sisa perjalananku. Aku tahu tidak banyak dan mungkin uang itu tidak ada artinya dibandingkan pertolongan yang telah dia berikan karena telah menyelamatkan hatiku.

Kereta akhirnya berhenti dan aku tiba di kampung halamanku. Gadis itu melompat dari atas gerbong dan menghilang di antara kerumunan orang banyak.

Aku segera mengambil barangku dan mengejarnya, aku berlari dan berusaha menemukannya hanya untuk mengucapkan terima kasih karena telah menolongku.

Namun, aku tidak menemukannya lagi...
Dia menghilang seperti ditelan bumi.
Aku berjalan tertunduk sambil merenungkan lagu yang dinyanyikannya.
Dia adalah malaikat yang Tuhan kirimkan untuk menyelamatkan aku.
Malaikat itu tidak datang dalam pakaian mewah dan mobil berkelasnya.
Dia datang melalui seorang gadis kecil yang berpakaian compang-camping dan cacat.
Tuhan begitu mencintaiku sehingga Dia harus mengirimkan malaikatnya untuk menegurku.

Aku memanggil angkutan umum dan pulang menuju rumahku. Aku bahagia melihat keluargaku dan teman-teman yang lama kutinggalkan. Aku sangat menikmati liburanku.

Dua minggu kemudian saat aku sedang bekerja di kantorku. Atasanku tiba-tiba memanggilku.

"Jason! Aku punya 2 buah tiket pulang pergi ke singapore selama 3 hari. Kau boleh mengajak temanmu untuk pergi bersamamu." katanya santai.

Aku terbelalak kaget mendengar perkataannya, "Aku? Aku yang miskin dan tidak pernah naik pesawat ini tiba-tiba mendapatkan kejutan dan hadiah?"

"Oh, kau tidak usah kuatir. Aku juga memberimu uang saku. Kau, bersenang-senanglah di sana" sambungnya lagi.

Aku masih terbelalak dan diam dengan mulut terbuka seperti orang bodoh yang tidak mempercayai apa yang kudengar.

"Apakah Tuhan mendengar keinginan hatiku saat aku mengeluh soal memiliki mobil mewah dan duduk di kereta mewah suatu hari?"

"Dan kini Dia memberiku dua buah tiket pulang pergi luar negri lengkap dengan uang saku?"

"Apakah Dia bersungguh-sungguh?"

Bosku menyodorkan aplikasi paspor dan visa untuk aku isi dan tandatangani.

"Maaf, pak. Saya tidak bisa menerima pemberian yang mahal ini. Saya tidak layak mendapatkannya." jawabku hati-hati.

"Kenapa? Semua orang menginginkannya. Kenapa kamu tidak mengambilnya? Ini kesempatanmu." katanya kebingungan.

"Iya, pak. Saya tahu tidak semua orang berkesempatan seperti saya. Tetapi, saya sudah puas dengan apa yang saya miliki dan saya rasa ada orang yang jauh lebih membutuhkan tiket ini dari pada saya."

Bosku memandang dengan tatapan aneh sementara aku tertunduk dan tidak berani memperhatikan matanya.

Aku merasa bersalah telah mengeluh dengan keadaanku hingga akhirnya Tuhan memberikan aku hadiah sebagai bukti Dia tidak pernah meninggalkanku dan memenuhi segala kebutuhanku.


God Bless You....

Harga Sebuah Kejujuran

Beberapa hari lalu saya berjumpa dengan seorang pengusaha. Saya begitu kagum dengan keberhasilan yang beliau bangun.

Kerajaan bisnis yang telah dibangunnya sangat kokoh dan ternama. Yang paling membuat saya lebih kagum lagi adalah orang-orang yang duduk di jajaran direksi perusahaannya hampir seluruhnya adalah orang-orang asing.

Terlintas di benak saya untuk bertanya pada beliau, apakah yang membuat beliau menempatkan orang-orang asing sebagai direksi di perusahaannya?

Saya akhirnya memberanikan diri bertanya pada beliau, "Maaf, pak. Apakah yang membuat anda memilih orang asing untuk bekerja di perusahaan bapak?"

Beliau memberikan jawaban yang membuat saya tertegun, "Di negara ini sulit mendapatkan orang yang jujur dan loyal pada perusahaan."

Beliau melontarkan sebuah statement yang amat sangat menusuk hati saya. "Apakah di negara ini memang benar-benar hampir tidak ada orang yang jujur dan setia", gumam saya saat meninggalkan kantor beliau.

Saya merenungkan perkataannya dan menilik hati saya sendiri.

Bila saya berada di posisi sebagai karyawan beliau, tentu saja saya tidak ingin bekerja selamanya menjadi seorang karyawan, bukan berarti saya tidak setia. Tetapi, di satu sisi bekerja di perusahaan beliau cukup menyenangkan, karena beliau memperlakukan seluruh karyawannya dengan baik dan penuh perhatian.

Tetapi bila berbicara tentang kejujuran, seburuk apapun sebuah perusahaan, mereka pasti tetap membutuhkan orang-orang jujur di posisi atas.

Tidak heran beliau memilih seorang wanita Jepang yang tidak kompromi, seorang pekerja keras asal China, seorang pria muda asal Swiss sebagai sales managernya dan masih ada beberapa lagi. Beliau menyukai mereka karena mereka bersedia dibayar sesuai kerja keras mereka dan mereka tidak pernah meminta kenaikan gaji tanpa inovasi.

Tidak hanya itu, ternyata kejujuran amat sangat memegang peranan yang penting dalam hidup kita. Sebuah reputasi, nama baik, karir dan rumah tangga yang telah dibangun berpuluh-puluh tahun dapat dihancurkan dalam sekejap mata hanya dengan mulai berbohong. Sederhana tetapi mematikan.

Saat kita memiliki kejujuran dalam hal kecil percayalah, atasan kita tidak akan segan-segan memberikan tanggung jawab besar bagi kita di top level management, promosi-promosi akan kita dapatkan karena kita memliki integritas* dan hati yang murni.

Jangan melihat ke kanan dan ke kiri, jangan pedulikan tindakan tidak jujur apapun yang dilakukan rekan kerja kita. Tetaplah fokus pada apa yang sudah dipercayakan pada anda dan bekerjalah dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan manusia. Niscaya, Tuhan mengangkat kita kepada promosi yang lebih tinggi.
Kejujuran dibayar dengan harga yang mahal dan pengorbanan kita untuk tidak mengambil jalan pintas dan kita akan menerima buah atas kejujuran kita...


*Integritas adalah kesatuan antara pikiran, hati, perkataan dan perbuatan. Apa yang kita pikirkan, rencanakan, katakan dan lakukan adalah sama.

Jumat, 29 Juli 2011

Life is So Short

Saya pertama kali bertemu dengan Charles dan Linda Graham saat pasangan asal Amerika itu ikut serta dalam rombongan tur ke Eropa Barat yang saya pimpin, kira-kira 12 tahun yang lalu. Ketika itu mereka mengadakan perjalanan dalam rangka memperingati ulang tahun emas perkawinan mereka. Saya banyak berkomunikasi dengan mereka sebab mereka duduk di baris pertama pada bus yang kami kendarai sepanjang perjalanan, tepat di belakang bangku tempat duduk saya

Selama 14 hari perjalanan mengunjungi 9 kota di 5 negara, pasangan yang sudah berusia lebih dari 70 tahun itu kerap menjadi perhatian saya. Bukan karena saya mengkhawatirkan kondisi fisik mereka yang mungkin kelelahan akibat perjalanan panjang, karena untuk ukuran kebanyakan orang seusianya, mereka tergolong cukup sehat dan lincah.

Yang saya perhatikan justru bagaimana mereka tampak begitu menikmati setiap momen dalam perjalanan tersebut.

'Pengamatan' yang saya lakukan secara sembunyi-sembunyi terhadap mereka - entah dengan mencuri pandang melalui kaca spion bus yang kebetulan mengarah langsung pada mereka, atau memperhatikan bagaimana mereka berunding untuk menentukan mau pergi ke mana ketika acara bebas-membuat saya melihat ada sesuatu yang 'berbeda' diantara keduanya dibandingkan para peserta lain. Keduanya tampak sangat ceria, yang terpancar jelas dari raut wajah mereka yang sudah dipenuhi keriput.

Rasa penasaran saya atas pasangan Charles dan Linda belum sempat terjawab ketika perjalanan yang kami lakukan sudah harus berakhir. Seluruh rombongan berpisah untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing, sementara saya melanjutkan hidup saya seperti biasa.

Setahun berikutnya, ketika ditugaskan untuk memimpin sebuah rombongan tur ke Eropa Timur, secara tak sengaja saya bertemu lagi dengan Charles dan Linda yang ternyata juga ikut serta dalam rombongan tur yang saya pimpin saat itu. Kali ini mereka melakukan perjalanan untuk merayakan ulangtahun perkawinan yang ke-51.

Lantaran sudah saling kenal sebelumnya, kami menjadi cepat akrab. Sebenarnya, saat itu saya hanyalah seorang tur leader pengganti lantaran tur leader yang seharusnya memimpin perjalanan tersebut mendadak jatuh sakit. Di awal perjalanan, saya berterus terang kepada para peserta tur bahwa saya kurang familiar dengan rute perjalanan kali ini.

Di luar dugaan, Charles secara diam-diam berbicara banyak tentang saya kepada para peserta tur lainnya berdasarkan pengalaman yang dialaminya saat ikut serta dalam rombongan tur yang saya pimpin setahun sebelumnya. Tentang bagaimana saya sudah menjadi tur leader yang menurut dia sangat baik dan caring serta berbagai hal-hal positif lainnya..

Berkat dia pulalah, sebagian besar peserta tur jadi memiliki penilaian positif terhadap saya. Konsekuensinya, saya jadi lebih tertantang untuk berbuat semaksimal mungkin, memberikan kualitas layanan yang terbaik dan memuaskan.

Pengalaman memimpin grup tur ke Eropa Timur saat itu adalah awal perjalanan karir saya sebagai seorang tur leader, namun justru di saat saya merasa banyak kemungkinan untuk melakukan kesalahan karena minimnya 'jam terbang' dan penguasaan medan, hampir seluruh peserta tur malah memberikan dukungan positif atas apa yang saya lakukan saat itu sehingga saya merasakan situasi yang nyaman sepanjang perjalanan tersebut. Dan semua itu disebabkan karena berbagai pernyataan positif yang disampaikan oleh Charles.

"Hidup ini terlalu singkat untuk dijalani, kalau bisa membuatnya lebih indah, kenapa harus dijalani dengan airmata. Kalau bisa memotivasi orang lain dengan pujian, mengapa kita harus menyampaikannya dengan celaan?" demikian kata Linda saat saya menyampaikan terimakasih atas 'promosi' yang dilakukan suaminya untuk saya.

Prinsip "Life is to short" yang dianut oleh Charles dan Linda itu membuat saya merenung tentang makna hidup yang sudah saya jalani saat ini. Usia pernikahan yang mereka jalani hingga sanggup mencapai angka di atas 50 tahun adalah suatu hal yang langka, dan menurut saya perjalanan hidup mengarungi kehidupan selama 70 tahun lebih bukanlah waktu yang singkat pula.

"Kita tidak pernah tahu kapan hidup ini akan berakhir, kapan saat terakhir kita akan bertemu dengan orang yang kita kasihi. Bisa saja besok saya atau kamu dipanggil Tuhan, dan alangkah menyesalnya kita ketika menyadari betapa banyak hal yang sebenarnya ingin kita capai, ternyata tidak pernah terwujudkan. Jika setiap saat kita berpikir bahwa hidup ini terlalu singkat untuk dijalani, maka kita akan termotivasi untuk memberikan makna terbaik pada hari-hari yang kita jalani saat ini," demikian ungkap Charles panjang lebar. "Dan jika pada kenyataannya kita diberi anugerah untuk menjalani hidup ini lebih lama, bukankah hari-hari yang sudah kita lalui bakal menjadi rangkaian kenangan nan indah? "

Selama kehidupan pernikahan kami, rasanya kami tidak sempat meributkan hal-hal kecil karena waktu kami telah tersita dengan pemikiran bagaimana mengisi hari-hari 'pendek' kami dengan sebaik mungkin."

Perkataan Charles dan Linda itu terus melekat di benak saya hingga kini. Prinsip hidup yang mereka anut telah berhasil mempengaruhi jalan pemikiran saya, sehingga sejak saat itu saya menjalani kehidupan dengan lebih bersemangat.

Ketika menikah beberapa tahun yang lalu, saya bersama istri juga telah bersepakat untuk menjalani kehidupan ini dengan prinsip 'Life is to Short'. Setiap saat kami selalu berpikir bagaimana caranya agar mengisi hari-hari kami dengan sebaik mungkin. Peringatan hari ulang tahun saya dan istri, maupun ulang tahun pernikahan, kami menjadi ajang untuk introspeksi tentang hari-hari yang telah kami lewati bersama, sekaligus merencanakan apa yang akan kami lakukan untuk kurun waktu setahun ke depan.

Kami menjadi lebih ekspresif dalam mengungkapkan isi hati dan perasaan masing-masing dan tidak ragu-ragu untuk saling mempersembahkan yang terbaik dan berupaya untuk saling membahagiakan satu sama lain. Setiap kali ada konflik yang terjadi, kami berupaya untuk menyelesaikannya dengan sesegera mungkin.

Banyak orang yang mengatakan bahwa kehidupan rumah tangga yang kami jalani barulah 'seumur jagung', sehingga saat ini kami baru menikmati yang manis-manis saja. Memang benar, selama hampir dua tahun kehidupan pernikahan kami, hampir bisa dipastikan kami jarang bertengkar. Perselisihan memang ada, namun kami berdua senantiasa mengupayakannya agar persoalan yang kami hadapi tidak melebar dan meluas ke mana-mana. "If you can make it simple, why make it hard?", begitu kata Linda.

Apabila setiap saat kami mempertahankan prinsip yang sama dalam menjalani hidup ini, dan ketika nantinya kami dikaruniakan umur panjang untuk bisa merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-10, 20, 30 atau bahkan yang ke-50 seperti Charles dan Linda, wow.... Betapa bernilainya hari-hari yang telah kami jalani selama ini, dan betapa banyak kenangan indah yang telah terukir sepanjang kehidupan ini.

Dan kalaupun toh kami tidak dikaruniakan usia yang panjang, setidaknya kami berdua sudah pernah melewati hari-hari yang indah bersama-sama.

Beberapa bulan yang lalu, saya mendapat kiriman surat dari Linda (kami memang sering saling berkirim surat semenjak pertemuan kami di Eropa bertahun-tahun lalu). Di suratnya Linda menceritakan bahwa Charles telah meninggal dunia, beberapa saat setelah peringatan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-62. Herannya, saya tidak menangkap kesan kesedihan di dalam suratnya tersebut.

Bahkan dia mengatakan bahwa mereka berdua sudah sejak lama bersiap menghadapi momen perpisahan yang tak mungkin terelakkan oleh manusia manapun di dunia ini. Linda mengungkapkan bagaimana beruntungnya mereka bisa melewati saat kebersamaan yang panjang, dan bersyukur atas begitu banyak peristiwa yang boleh mereka jalani berdua.

Dan ketika memang 'saat' itu tiba, yang terungkap justru rasa syukur karena telah diberi banyak kesempatan untuk menjalani hari demi hari bersama dengan orang yang dicintainya.



When you think your life is so short and when you always keep trying to fill up your days with cheers and laughter
Someday you'll be amazed, how many great moments you've been through in your lifetime.

Kamis, 28 Juli 2011

Papa Kembalikan Tanganku...

Lisa adalah seorang gadis cilik berusia 5 tahun. Lisa adalah gadis yang periang, lincah dan suka bermain. Namun, lisa tidak dapat bermain bersama papa, mamanya karena mereka berdua terlalu sibuk.

Orang tua Lisa memulai keluarga mereka dalam keadaan minus dan oleh karena itu mereka selalu bekerja keras membanting tulang dan hampir tidak pernah di rumah, hingga akhirnya keluarga kecil ini beranjak mapan. Setelah kehadiran Lisa di keluarga mereka, mereka semakin hari semakin sibuk dan selalu pulang malam saat Lisa sudah tertidur. Lisa selalu bermain ditemani pengasuhnya, mbak Mira.

Setiap pagi Lisa selalu memperhatikan sang papa membersihkan dan mencuci mobil cadilac kesayangannya yang berwarna hijau metalik. Lisa senang melihat papa membersihkan mobil itu, mobil itu terlihat berkilauan diterpa cahaya mentari pagi hari. Setelah mencuci mobilnya papa memasukkan mobil kesayangannya kembali ke garasi dan berangkat bekerja.

Suatu Pagi, Lisa duduk bersimpu di teras sambil melihat papa mencuci mobil kesayangannya sementara pengasuhnya menyuapi Lisa bubur ayam favoritnya.

Lisa tertawa geli melihat papa menyirami mobil itu dengan busa. Lisa rindu untuk bermain dengan papanya, namun papa tidak pernah punya waktu untuk Lisa.

Setelah memasukkan mobil ke garasi papa melangkah melewati Lisa dan masuk ke rumah bergegas untuk berangkat ke kantor.

Lisa sangat kesepian dan sangat merindukan kehadiran orang tuanya terutama Papa.

Malam itu, Lisa tidur ditemani oleh pengasuhnya setiap malam. Lisa terbangun dan berjalan keluar kamarnya, "Papa! Mama!" Panggilnya sambil mengucek-ngucek mata kanannya yang gatal. Tidak ada jawaban! "Papa! Mama!" Panggilnya lagi. Tetap tidak ada jawaban.

Ternyata papa, mama masih belum pulang ke rumah.

Lisa berjalan menuju garasi mobil untuk memandangi mobil kesayangan papa. Lisa membuka pintu garasi dan tampaklah mobil cadillac berkilau milik papa. Lisa berjongkok di depan pintu mobil cadilac papa dan mengagumi warna hijau metaliknya yang licin dan berkilat.

Lisa dapat menatap pantulan wajahnya di pintu mobil itu. Dia mengaguminya dan mengerti bahwa mobil ini membuat papa bahagia.

"Lisa mau buat papa bahagia!" Kata Lisa sambil berusaha mencari-cari sesuatu untuk menggambari mobil papa.

Lisa menemukan sebuah paku beton yang panjang di dalam kaleng bekas cat milik papa bersama tumpukan paku-paku lainnya. Hanya itu satu-satunya benda yang dapat dijangkaunya.

Guru TK Lisa pernah mengajarinya menggambar, oleh karena itu Lisa menggambari pintu mobil cadilac papa dengan wajah papa dalam bentuk bulatan besar dan wajah Lisa dalam bentuk bulatan kecil.

"Badan Papa kotak!" Gumam Lisa, "Papa Besar!"

"Badan Lisa segitiga" katanya tertawa.

"Papa dan Lisa gandengan tangan naik mobil jalan-jalan!" Demikianlah Lisa menggambari cadilac papa dengan gambar khas anak kecil.

Lisa membuang paku itu tepat di depan pintu mobil dan beranjak kembali ke kamar tidurnya.

Tengah malam papa dan mama pulang dalam keadaan lelah dan letih. Sebelum tidur papa hendak melihat dan mengagumi cadilac hijaunya sebelum berangkat tidur.

Semua tampak baik-baik saja hingga papa melihat coretan yang amat sangat dalam itu tercoreng di pintu mobilnya hingga cacat.

Tanpa berpikir panjang, papa langsung berlari ke kamar Lisa dalam keadaan marah besar dan merampas lengan baju Lisa yang tertidur pulas dan menyeretnya ke garasi serta menjatuhkannya di depan pintu mobil cadilacnya.

Lisa tampak shock dan ketakutan dengan sifat berang papa malam itu. Dia tidak pernah melihat papa melakukan tindakan seperti itu sebelumnya.

"Kamu yang coret-coret mobil papa!!!" Bentak papa kasar.

Lisa memandangi pintu mobil papanya dan tersenyum lebar, "Lisa mau jalan-jalan sama papa..."

Sebelum Lisa sempat menyelesaikan perkataannya sebuah potongan kayu kasar yang dipungut papa di garasi segera menghantam kedua lengannya dengan keras.

Lisa menjerit kesakitan dan berteriak sekeras-kerasnya, Lisa tidak berhenti-hentinya minta ampun malam itu. Seakan-akan papa tidak mendengarkan kata-kata Lisa dan meneruskan pukulannya tanpa ampun ke lengan Lisa.

Mbak Mira segera berlari dan menrengkuh Lisa ke pelukannya. Kulit Lisa tersobek-sobek dan berdarah akibat potongan kayu yang kasar dan kotor yang dipakai papa memukul.

Setelah papa puas melampiaskan rasa marahnya papa membuang kayu itu dan menyuruh mbak Mira memberinya betadine.

Semakin hari papa dan mama semakin tenggelam dalam kesibukan mereka dan semakin hari luka Lisa tidak kunjung sembuh dan mulai bernanah. Mama hanya mengatakan, "Beri saja betadine!" saat mbak Mira minta ke rumah sakit.

Mbak Mira tidak bisa berbuat apa-apa, hingga akhirnya Lisa mengalami demam tinggi yang tidak kunjung turun.

Mama dan papa segera membawa Lisa ke rumah sakit. Dokter mengatakan, "Kedua lengannya harus diamputasi, lengannya sudah membusuk dan bisa mengakibatkan kematiannya bila tidak segera diamputasi. Saya bisa menolongnya jika saja luka itu masih baru."

"Aku mendengar mama menangis berteriak-teriak, tetapi aku tidak mengerti kenapa?" kata Lisa dalam hati yang hanya bisa berbaring di ranjangnya menahan rasa sakit yang menusuk tulangnya.

Operasi akhirnya berjalan dengan lancar dan Lisa siuman dari efek obat biusnya. Kini Lisa telah kehilangan kedua lengannya. Dia tidak bisa makan dan minum tanpa bantuan mbak Mira. Lisa tidak bisa lagi menggambar dan menulis lagi.

"Anda bisa masuk sekarang, pak." kata perawat yang baru saja keluar memeriksa Lisa.

Lisa langsung tampak amat sangat ketakutan ketika melihat papa membuka pintu kamar rumah sakit dan melangkah masuk.

Lisa langsung berteriak dan menangis histeris, "Papa ampun! Papa ampun! Lisa janji tidak nakal lagi!" tangisnya.

"Jangan ambil tangan Lisa, pa... Lisa tidak bisa menggambar lagi."

"Lisa janji tidak menggambari mobil papa lagi."

"Balikin tangan Lisa, pa... Balikin tangan Lisa, pa... Tangan Lisa jangan diambil, pa..." demikian Lisa berulang-ulang meminta ampun dan memohon supaya papa mengembalikan tangannya yang hilang. Sementara mama dan mbak Mira tidak berhenti menangis di samping Lisa.

Papa segera berlari pulang dan menangis dengan sedihnya, hati papa hancur saat melihat kepedihan dan penderitaan Lisa yang diakibatkan oleh kebodohannya.

Papa berlari pulang ke rumah malam itu...

Papa mengeluarkan pistol yang disimpannya di laci meja kerjanya dan meletuskannya tepat di kepalanya...

Papa tidak sanggup mengampuni dirinya sendiri, papa terlalu hancur dengan perbuatan yang dilakukannya...

Papa tidak mempunyai kekuatan apapun untuk mengembalikan lengan Lisa...

Lengan Lisa yang akan selalu memeluk tubuhnya saat bermain...

Lengan Lisa yang akan selalu menggandeng tangannya erat-erat saat menyeberang jalan...

Lengan Lisa yang penuh dengan kasih dan penerimaan saat melihat papa pulang ke rumah...

Lengan Lisa yang akan terus memeluk papa dan berkata, "Papa, aku cinta padamu."

***

Terkadang hal kecil dan sepele sering kali membuat kita meledak dalam emosi hingga akhirnya kita melakukan kebodohan yang mengakibatkan kita menyesal pada akhirnya.

Penting sekali bagi kita untuk selalu berusaha mengendalikan diri kita, emosi kita, perkataan kita sebelum perkataan itu menjadi memuncak hingga membuahkan tindakan yang mengakibatkan kita menyesal seumur hidup.

Hidup ini hanya sekali saja, kasihilah orang-orang yang dekat di hati anda sebelum mereka pergi untuk selamanya.
Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air, jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.
Semoga Tuhan Memberkati Hari dan Hati Anda dengan Damai Sejahtera dan Kasih...


"Diam dan Jangan Mengambil Keputusan Apapun!"
Adalah cara terbaik yang dilakukan saat kita sedang dikuasai amarah.



*Kisah dalam cerita ini telah menggunakan nama samaran.

Rabu, 27 Juli 2011

Menilai Seseorang

Ayah saya pernah memberikan saya sebuah ungkapan yang sangat indah, "Ketika kamu menilai seseorang bukan berarti itu menentukan seperti apa mereka, tetapi menentukan seperti apa kamu sebenarnya."

Akhirnya saya menyadari kebodohan yang saya buat. Suatu hari seorang teman saya melakukan suatu tindakan yang menyakiti hati saya dan mengeluarkan kata-kata yang melukai perasaan saya, saya menjadi kesal dan marah atas sikap dan kata-katanya sehingga akhirnya saya menceritakan keburukannya pada teman saya.

Saya melampiaskan seluruh keluh kesah saya dengan harapan teman saya memihak saya dan menunjukkan belas kasihan dan simpatinya kepada saya.

Tetapi anggapan itu ternyata salah, saya tidak bisa mengharapkan belas kasihan dari orang lain atau dari mungkin sahabat dan suami saya. Yang bisa saya lakukan adalah mencari solusi dan penyelesaian atas sakit hati saya bukan mencari teman senasib atau pelarian atau sesuatu yang semacam itu.

Dan akhirnya hati nurani saya menegur saya dan berkata, "Jangan lakukan itu! Berhentilah membicarakan keburukannya!"

Saya memutuskan untuk menuruti kata hati saya untuk berhenti dan menahan perkataan saya lebih lanjut sebelum perkataan itu menjadi jerat bagi diri saya sendiri.

Saya akhirnya belajar 1 hal, dalam pergaulan apakah yang mempengaruhi saya.

Tidak dapat dipungkiri dalam kita bergaul sehari-hari, sikap-sikap negatif seseorang lebih cepat menyebar dan menular dibandingkan sikap positif.

Oleh, karena itu anda harus memilih untuk tidak membiarkan perkataan dan perlakuan negatif mempengaruhi sikap anda, maka hidup anda akan menjadi jauh lebih bahagia.

Apabila anda adalah sosok yang periang dan suka tersenyum seperti saya, jangan biarkan tindakan dan sikap orang lain membuat senyum dan sifat periang anda lenyap.

Selasa, 26 Juli 2011

Sayangilah Dirimu Apa Adanya

Kita adalah pelukis potret diri kita masing-masing. Kita akan menjadi apa nantinya ditentukan oleh sikap kita, perbuatan kita dan segala sesuatu yang kita pelajari.
-Mary Ellen Drummond-

Cermin

Salah seorang guruku pernah mengajarkan cara untuk bisa menerima diri kita apa adanya. Sebuah cara yang tidak mengeluarkan biaya apapun namun membutuhkan waktu.

Sebagai seorang ibu muda, waktu luangku sedikit. Tetapi, aku ingin sekali mencintai diriku sendiri, jadi aku memutuskan untuk mengikuti cara yang mudah ini.

Aku menatap diriku di cermin kamarku yang besar dan berbentuk oval, namun segera membuang muka berusaha melawan godaan untuk merapikan rambutku dan menata penampilanku. “Ya ampun! Aku benar-benar harus berdandan! Siapa si wanita jelek ini?”

Aku berusaha menatap diriku di depan cermin itu, namun aku merasa malu. Oh, cermin! Cermin di dinding, siapakah yang paling cantik di dunia ini? Tentu saja bukan kamu! Ya ampun ini lebih sulit dari yang aku bayangkan. Bahkan aku belum berhasil dengan langkah pertamaku.

Aku berusaha menatap mataku lekat-lekat dan dalam-dalam. Aku memperhatikan flek hitam di pipi kiriku. Mengapa ada wajah yang begini jelek dan penuh cacat? Sudah sudah! Jangan dipandangi lagi.
Aku gagal mencoba cara ini. Aku akan mencobanya lain kali saja.

Beberapa hari kemudian, kudekati kembali cermin itu dengan harapan aku tidak melihat wajahku yang buruk. Aku berusaha berkali-kali menatap diriku di cermin dan tidak terpaku pada hal-hal yang mengganggu konsentrasiku seperti sebelumnya.

Kemudian, mataku terpaku menatap bayangannya. Kecoklatan, mataku berwarna kecoklatan dan bersinar. Cahaya di dalam mataku tidak begitu terlihat oleh karena kelopak mataku turun disebabkan hari-hariku yang semakin tidak bersemangat.

Coba perhatikan mata itu? Lihat cahaya di mata itu! Harusnya mata itu bercahaya dan bersinar! Mata itu seharusnya hidup! Itu mataku! Haloooooo...

Kesunyian meliputiku, aku mulai menemukan siapa diriku yang sebenarnya dan mulai mengenalinya dengan cara yang belum pernah kulakukan sebelumnya.

Kali ini untuk waktu yang cukup lama akhirnya aku berdiri dan menatap lekat-lekat kedua mataku. Aku terpana oleh suatu hal yang begitu kukenal namun belum pernah terlihat sebelumnya.

Mungkin jika aku bisa mengenal diriku lebih baik lagi aku akan mampu mengucapkan kembali kata-kata, “Aku Cinta Padamu” pada suamiku.

Kita bisa mengasihi suami dan anak-anak kita bahkan orang-orang di sekeliling kita hanya jika kita mau menerima diri kita apa adanya dan mengasihinya. Berikanlah penghargaan pada diri anda sendiri maka anda juga akan mampu menerima kehadiran orang lain dalam diri anda.

Selamat Menemukan Cinta Sejati Anda.

Senin, 25 Juli 2011

Matahariku

Dia adalah seorang pria sejati dan aku adalah seorang gadis manja. Begitulah aku melihatnya. Dia lucu dan penuh dengan cinta. Kami tidak pernah menetap di suatu tempat, kami selalu berpindah-pindah untuk waktu yang cukup lama. Kami menata hidup kami satu per satu hingga akhirnya kami memilih sebuah rumah mungil yang kami sukai.

Saat mengenalnya pertama kali aku merasa seperti menemukan bagian diriku yang hilang. Kami seperti dua buah pohon dengan ranting-ranting yang saling bertautan dan daun-daun yang saling bertemu.

Kami hidup, tertawa dan bercinta bersama. Itu adalah masa-masa yang terindah dalam hidupku. Joshua adalah pria ajaibku.

Kami menjelajahi rumah kami, hati kami dan menemukan rahasia-rahasia kecil kami bersama. Hari demi hari, tahun demi tahun hubungan cinta kami semakin mesra, kami saling memperhatikan, saling menjaga dan saling menghibur. Kami minum kopi bersama dan menghangatkan diri sambil menonton film dan tertawa bersama.

Dia mengajariku begitu banyak hal dan selalu mendukungku. Banyak sekali beban-beban berat yang kulupakan saat aku bersamanya, aku merasa menjadi wanita seutuhnya saat berada di dekatnya. Aku merasa kuat, aku merasa tegar saat bersamanya.

Suatu hari dia tidak datang memenuhi janjinya untuk makan siang bersamaku di bulan november yang dingin. Aku berusaha menelepon ponselnya sepanjang siang itu dan tidak diangkatnya.

Sepulang kerja aku langsung bergegas untuk cepat pulang ke rumah untuk melihat keadaannya. Malam itu perasaanku tidak enak. Biasanya Joshua sudah menungguku di ruang tengah dengan segelas kopi hangatnya.

Saat aku tiba di rumah, pintu rumah tidak terkunci. Aku masuk ke dalam dan rumahku begitu gelap dan sunyi. Jantungku berdegup kencang, aku menyalakan lampu dan berusaha mencari Joshuaku. Aku memanggilnya berulang kali, “Joshua? Joshua?”

Aku mencarinya mengelilingi rumah kami, dapur, kamar, kamar mandi, ruang tengah dan semuanya masi tampak rapi. Aku kemudian mencarinya di garasi belakang. Mobilnya ada di sana, aku menengok sekilas ke belakang mobil. Di sanalah tergeletak Joshuaku sejauh 3 meter, diam tak bernafas.

Rasa takut, bersalah, kehilangan seakan bercampur aduk di pikiranku. Aku segera berlari dan merengkuhnya. Tergeletak di pundakku seperti malaikat yang terjatuh, aku terus memanggil namanya, “Josh, Josh, Oh Tuhan! Josh.”

Hingga saat ini 5 tahun sudah berlalu. Kadang aku tidak mengerti mengapa Tuhan memilih untuk mengambil Joshua dari kehidupanku. Dia tahu aku tidak akan mungkin mampu hidup tanpa Joshuaku. Penyakit jantung telah merebutnya dariku. Aku tidak bisa menerima kenyataan bahwa aku harus hidup tanpa Joshua.

Aku pergi menyepi ke alam liar, ke tempat sebiru air di mana aku dapat menemukan kembali hidupku yang hilang. Aku duduk dan menghirup dinginnya udara pegunungan.

Joshua menyebut tempat itu tanah surga, dia selalu mengajakku ke sana. Tempat itu selalu menjadi tempat rahasia kami berdua. Kami menuruni batu-batu licin di pegunungan dan menemukan air terjun kedamaian.  Tempat itu begitu tenang dan sunyi, tempat di mana dunia tampak berbeda. Sekarang segalanya tampak berbeda tanpa Joshua di sisiku.

Joshua selalu menyelamatkan aku dari banyak hal yang menekan hidupku, tapi siapakah yang menyelamatkan Joshua? Dan kini siapa yang dapat menyelamatkan aku dari mimpi burukku.

Aku melingkarkan cincin pernikahan kami di jariku, aku memakai kemejanya setiap hari dan memakai bajunya saat aku tidur di malam hari supaya aku merasa terus dekat dengannya. Aku sangat merindukannya. Siapa yang kini akan memelukku setiap malam. Tidak ada pria seperti Joshua lagi. Dia selalu memberiku keberanian untuk melangkah.

Aku melewati malam demi malam selama bertahun-tahun tanpa kehadiran Joshua.

Perlahan-lahan air mataku mulai mengering, aku sering tertawa sendiri saat mengingat keceriaannya dan menonton beberapa rekaman kami saat bersama. Pelukannya selalu membuat duniaku menjadi hangat. Dia adalah matahariku, matahari yang Tuhan berikan padaku. Aku adalah wanita yang paling beruntung pernah memilikinya dalam hidupku.

Dia selalu melindungi hatinya dengan mencintaiku lebih banyak dan memberikan apa yang bisa dia berikan padaku.

Aku tidak akan pernah melupakan pria ajaibku. Malaikatku yang selalu berdiri dekat di sisiku dan berkata, “Keberanian… Keberanian…”

Inspire by Kyla Merwin

Pencuri Impian

Cindy ada seorang gadis muda yang sangat berbakat, dia sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat menonjol dibandingkan dengan rekan-rekannya, sehingga ia seringkali memenangkan kejuaraan menari. Dia membayangkan dirinya akan menari kelak di Rusia, China, Jepang, Amerika dan disaksikan oleh jutaan penonton yang memberikan tepuk tangan padanya.

Suatu hari seorang pakar tari dari luarnegri berkunjung ke kotanya untuk mengadakan suatu show tari terbesar dan termegah sepanjang sejarah. Beliau datang diiringi dengn penari-penari kelas dunia yang dilahirkan oleh tangannya sendiri.

“Tangannya melahirkan mahakarya ciptaan Tuhan”, kata Cindy terkagum-kagum. Cindy ingin sekali menunjukkan kebolehannya menari dihadapan sang pakar.
Akhirnya kesempatan itu datang juga. Cindy berhasil berjumpa dengan sang maestro di belakang panggung seusai pertunjukkan akbarnya.

Cindy bertanya, “Tuan, saya sangat ingin menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu sejenak untuk menilai saya? Saya ingin tahu pendapat anda tentang tarian saya.”

“Oke, menarilah di depan saya selama 5 menit”, jawab sang maestro.

Belum 5 menit berlalu, sang maestro beranjak dari kursinya lalu meninggalkan Cindy begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Hati Cindy hancur melihat sikap sang maestro. Cindy langsung berlari keluar dan menangis. Dia benci terhadap dirinya sendiri. Ternyata bakat yang selama ini dia bangga-banggakan bukanlah apa-apa dihadapan sang maestro. Cindy mengambil sepatu baletnya dan melemparkannya ke dalam gudang. Sejak itu Cindy tidak lagi menari.

Tahun demi tahun berlalu, hingga kini akhirnya Cindy menjadi seorang ibu dengan 3 orang anak. Suaminya telah meninggal dan untuk menghidupi keluarganya Cindy bekerja menjadi seorang pelayan toko.

Suatu hari, sebuah pagelaran akbar diadakan di kota itu. Nampaklah sang maestro di antara para penari muda berbakat. Sang maestro tampak tua dengan rambut putih mengombaknya.

Cindy datang dan melihat pagelaran itu. Seusai acara Cindy menghampiri sang maestro di belakang panggung. Ia memperkenalkan ketiga anaknya pada sang maestro.

Cindy akhirnya memberanikan diri bertanya, “Saya adalah gadis yang memohon supaya anda menilai tarian saya. Apakah anda masih ingat, Pak?”

“Iya, tentu sangat ingat. Kamu adalah gadis kecil yang sangat berbakat. Saya tidak pernah melihat tarian seindah itu sebelumnya.” Jawab sang maestro.

“Tapi, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja? Sikap anda menghancurkan impian saya. Saya tidak bisa menjadi penari kelas dunia dan hanya menjadi pelayan toko” tambah Cindy sambil menangis.

Sang maestro menjawab, “Saya tidak perlu melihat anda hingga 5 menit untuk membuktikan anda berbakat. Malam itu saya sangat lelah dengan pertunjukkan, maka saya pergi untuk mengambil kartu nama saya dan berharap anda menghubungi sekretaris saya keesokkan harinya. Tetapi anda pergi setelah saya kembali. Anda harus fokus pada impian anda bukan pada tindakan saya.”

“Anda tentunya mengharapkan pujian dari saya bukan? Saya tidak akan memberikan pujian itu.” tambahnya lagi.

“Nasib anda tentunya akan berbeda hari ini bila anda tidak menghiraukan sikap saya saat itu.” Jelasnya sambil mengakhiri pembicaraan.

Sang Maestro akhirnya pergi meninggalkan Cindy, tenggelam dalam kerumunan para penari kelas dunia yang dilahirkannya.

Teman-teman, apakah pencuri impian pernah datang dalam hidup anda dan mengambil mimpi anda?
Seringkali sikap orang lain mempengaruhi bagaimana anda berperilaku. Dan itu akhirnya membuat anda kehilangan banyak hal berharga dalam hidup ini termasuk kesempatan yang mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya.

Dalam kisah di atas, Cindy mengharapkan pujian sang Maestro.

Pujian seperti pedang bermata dua, bisa memotivasi dan bisa juga menjatuhkan. Pujian tidak diberikan pada orang yang sedang bertumbuh, karena akan membuat dia berhenti bertumbuh. Sang maestro memilih untuk mengacuhkan Cindy agar hal itu bisa melecut Cindy untuk bertumbuh lebih cepat lagi.

Kita tidak bisa meminta pujian dari orang lain, pujian seharusnya datang dari keinginan orang itu sendiri.

Minggu, 24 Juli 2011

Tanpa Penyesalan

Ada begitu banyak orang mengakhiri kisah hidup mereka dengan penuh penyesalan yang tidak berujung.
Semoga cerita berikut menginspirasi kita.

Namaku Sally, aku adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki seorang anak laki-laki bernama Donny yang berusia 4tahun. Setiap hari aku melakukan pekerjaan rumah tangga sementara suamiku Hardi bekerja dikantor.

Saat suamiku pulang dari kantor dalam keadaan lelah dan letih dan meminta segelas air, aku selalu membentaknya dengan alasan aku sudah lelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga seharian dan mengurus anak, kini harus mengurus suami juga.

Tetapi Hardi memilih diam dan mengambil segelas air sendirian dan mengambil makan malamnya sendiri. Bahkan Hardi membantuku mengurus Donny tanpa protes.

Karakterku yang tempramental seringkali menyakiti hati suamiku dan membuatnya sedih namun Hardi tidak memprotes karena Hardi sangat mencintaiku dan tidak ingin aku semakin terbeban. Pekerjaan Hardi di perusahaan kontraktor pun sudah penuh dengan kesibukkan dan tekanan, tetapi Hardi tidak pernah menceritakannya padaku.

Hingga suatu kali saat suamiku tidak sengaja lupa meletakkan kunci rumah. Aku menjadi begitu sangat marah dan menelepon kantor Hardi. Aku berteriak, membentak dan memakinya dengan sangat kasar.
Hingga akhirnya pukul 2 siang, aku menerima kabar dari teman suamiku bernama Herman. Kalau suamiku masuk rumah sakit karena terkena serangan jantung.

Aku tidak pernah tahu kalau suamiku memiliki penyakit jantung. Hardi tidak pernah bercerita apa-apa tentang penyakit jantungnya. Aku langsung berlari menuju rumah sakit, aku menangis sepanjang jalan dan berharap tidak terjadi hal-hal yang bukan-bukan.

Saat aku tiba di rumah sakit Herman memberitahuku kalau Hardi sudah meninggal, aku menjatuhkan diriku di atas ranjang tempat suamiku terbaring, aku berteriak sekencang-kencangnya dan meminta maaf. Tetapi nasi sudah menjadi bubur, suamiku terbujur kaku di atas ranjang itu tanpa pernah lagi bisa melihat wajahku dan anakku lagi.

Sebuah kenangan buruk yang kutinggalkan padanya, sebuah luka yang amat sangat dalam telah aku goreskan dalam hatinya yang lembut.

Herman berkata bahwa aku memiliki suami yang luarbiasa. Hardi selalu menolak ajakan Herman untuk makan siang dengan alasan Hardi sudah membawa bekal masakan istrinya. Setelah pulang kerja saat Herman mengajak makan malam bersama, Hardi selalu menolak dan berkata ingin menemani istri dan anaknya malam ini dan makan di rumah. Hardi sungguh-sungguh pria yang langka.

Hingga akhirnya siang setelah Hardi menerima telepon dariku mendadak Hardi terkena serangan jantung. Herman berniat membawa Hardi ke rumah sakit tetapi Hardi menolak katanya, "Ke klinik murah saja. Saya tidak apa-apa." Hardi mengatakan bahwa dia harus berhemat untuk kebutuhan istri dan anaknya, apalagi Donny akan masuk TK.

Mendengar cerita itu hatiku sangat hancur dan berteriak histeris. Kini aku hanya bisa menatap tubuh suamiku dimakamkan di pekuburan.
Penyesalan tidak akan membawaku kembali ke pelukan Hardi dan aku tidak bisa memperbaiki masa laluku.
Penyesalan ini aku bawa sampai mati. Aku telah berdosa pada suamiku dan aku belum sempat meminta maaf.


Semoga cerita ini memberi kita banyak pelajaran dan kita tidak pernah menyesalinya di kemudian hari.
Teman-teman, apa yang mempengaruhi kita tergantung dari apa yang mengendalikan hidup kita. Jika kita dikendalikan oleh amarah dan kebencian maka kita akan melakukan sesuatu yang akan kita sesali di kemudian hari. Tetapi bila kita dikendalikan oleh hati yang lemahlembut dan penuh kasih maka kita akan menuai kebahagiaan.

Tuhan Memberkati.

(Angela Roseli) - disadur dari kisah seorang teman